Banjarmasin, Sonora.ID - Berbeda dengan daerah lain, banjir rob di kawasan Prona di Kelurahan Pemurus Baru, Kec. Banjarmasin Selatan tampaknya tidak mengalami penurunan.
Sebagaimana pantuan Smart FM Banjarmasin, Kamis (09/12) siang, kawasan itu masih saja terendam hingga ke siang hari.
Padahal mestinya, jika banjir rob terjadi pada malam hari, di siang harinya rendaman bisa lebih surut.
Baca Juga: Ratusan Sekolah Terendam Banjir Rob, Disdik Banjarmasin Sarankan PJJ
Namun sayangnya, saluran di lokasi itu tampaknya tidak berfungsi dengan baik. Sehingga air pun tak bisa cepat mengalir turun.
Bahkan jika dilihat dengan seksama, Sungai Guring yang mestinya bisa membantu genangan turun dengan cepat, tampaknya tidak berfungsi maksimal. Alias masih guring atau tidur.
Buktinya, tinggi genangan yang terjadi di jalan raya sama rata dengan tinggi air sungai yang berada di sisi jalan.
"Disini sampai siang hari belum kering. Turunnya lambat, naiknya cepat. Kalau banyu dalam air rata di sungai rata dengan jalan," ucap Muhammad, Warga jalan Prona 2, RT. 21, ketika ditemui awak media, Kamis (09/12) siang.
Ia juga membeberkan, bahwa Sungai Guring yang ada di kawasan tempat tinggalnya memang sudah lama tidak pernah dikeruk.
Alhasil wajar, jika sedimentasi di sungai menjadi tinggi, hingga membuat daya tampung air juga berkurang.
Terpisah. Kepala Bidang Sungai Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Banjarmasin, Hizbul Wathony menyebut, program normalisasi sungai di kawasan itu masih terkendala metode pengerukan.
Baca Juga: Berhari-hari terendam, Warga Jalan Prona Mulai Rasakan Sakit ini
Itu lantaran Sungai Guring sealur dengan Sungai Pekapuran dan Sungai Kelayan.
"Dari awal mestinya normalisasi sungai diprioritaskan di Sungai Pekapuran dan Kelayan dahulu untuk dikeruk. Namun, kondisinya tidak memungkinkan lantaran banyaknya permukiman," jelasnya.
"Akhirnya, secara teknis kami masih memikirkan bagaimana cara mengeruknya. Enaknya, kalau bisa ada pembebasan lahan. Jadi, kami bisa menurunkan alat berat untuk mengeruk sungai yang ada di situ. Kemudian nyaman membuang hasil kerukan di kiri kanan," ungkapnya.
Thony menambahkan, sebenarnya bisa saja dengan metode alat keruk berada di atas kapal tongkang. Tapi, biaya yang dibutuhkan sangat besar. Lantaran perlu setidaknya dua unit kapal tongkang.
Contoh, satu kapal untuk meletakkan alat berat yang bertugas untuk mengeruk, satu kapal lagi untuk mengangkut hasil kerukan.
"Kemudian kerukan yang dihasilkan, kami rasa juga tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Maka dari itu, kami berharap ada pembebasan lahan," ucapnya.
"Karena kalau cuma dikeruk, kami khawatir akan berimbas pada permukiman yang ada di bantaran sungai. Kalau kami nekat keruk, pondasi rumah warga bisa jadi menggantung," tekannya.
Sungai Pekapuran dan Kelayan, menurut Thony adalah kunci agar kawasan Banjarmasin Timur dan Selatan tidak terdampak banjir. Dua sungai itulah yang menurutnya, harus dikeruk secara maksimal.
"Sekali lagi, teknis pengerukannya itu yang masih kami pikirkan. Apakah bisa dilakukan pengerukan tanpa harus ada pembebasan kawasan. Kemudian, kalau toh pengerukan bisa dilakukan tanpa pembebasan kawasan, apakah tidak menimbulkan risiko terhadap bangunan di bantaran sungai," tuntasnya.