Sonora.ID - Berkaca dengan kondisi perubahan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, pemerintah memberikan berbagai bentuk bantuan atau subsidi, termasuk salah satunya adalah subsidi upah atau (BSU).
Tujuannya adalah untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan daya beli tenaga kerja atau buruh yang terdampak dengan adanya pandemi tersebut.
Sebesar Rp 1 juta untuk setiap penerima, telah disalurkan sejak awal pandemi tahun 2020 yang lalu, dan pada tahun ini bantuan yang sama dilakukan pada Juli-September untuk gelombang pertama, dan kemudian BSU masuk pada tahap kedua atau tahap perluasan.
Dalam Dialog Produktif Forum Merdeka Barat 9 (FMB9), KPCPEN, Rabu, 15 Desember 2021, Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Suya Lukita Warman menyatakan bawha tahap perluasan dimulai pada November lalu dan ditargetkan kepada 1,7 juta penerima.
“Sampai saat ini, hampir 1 juta orang sudah mendapatkan BSU (gelombang kedua atau tahap perluasan),” paparnya.
Syarat penerima BSU dengan perluasan cakupan penerima ini sama dengan BSU sebelumnya, seperti memiliki NIK, peserta aktif BPJS, penghasilan di bawah Rp 3,5 juta, serta bekerja di sektor terdampak pandemi COVID-19.
Namun demikian, persyarakatan berada di wilayah yang menerapkan PPKM Level 3 dan 4, ditiadakan. Sehingga bantuan tersebut dapat diterima pekerja di seluruh Indonesia.
Guna mencegah terjadinya tumpang tindih penerima, Surya mengatakan bahwa koordinasi data dengan kementerian terkait telah dilakukan. Penerima bantuan lain seperti Kartu Pra Kerja, Program Keluarga Harapan, dan BPUM (Bantuan Produktif Usaha Mikro) tidak berhak menerima BSU.
Sedangkan untuk pengawasan, Surya menekankan bahwa data telah solid serta dilakukan verifikasi pada saat penyaluran. Selain itu, bagi masyarakat juga tersedia call center, website, juga dapat menghubungi kantor BPJS untuk melakukan pengaduan.
Baca Juga: Bansos BSU, BLT Rp 1 Juta Cair Desember, Ini Cara Mengeceknya!
BSU dikatakan Surya, juga diharapkan menjadi stimulus agar perusahaan segera mendaftarkan pekerja ke BPJS, karena masih banyak perusahaan yang belum melakukannya.
“Secara regulasi pengusaha diwajibkan mengikutsertakan pekerjanya ke BPJS, namun fakta di lapangan belum demikian,” tuturnya.
Surya juga menegaskan bahwa BSU adalah bantuan bersifat jangka pendek. Untuk jangka panjang, ujarnya, pekerja diharapkan masuk ke skema Jamsostek.
Dalam hal ini, pemerintah juga memiliki program seperti Jaminan Kehilangan Pekerjaan di mana pekerja yang kena PHK bisa melakukan klaim ke BPJS dan mendapatkan 3 manfaat, yakni penggantian gaji dalam jumlah tertentu, informasi pasar kerja, serta pelatihan.
Kepada pekerja yang belum terdaftar di BPJS, Surya mengatakan, pemerintah menyalurkan bantuan lain seperti Kartu Prakerja dan program kewirausahaan dengan dana hampir Rp 700 triliun.
Ketua Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Silaban menyampaikan apresiasi atas penyaluran BSU pada saat yang dibutuhkan oleh pekerja dan buruh.
Ia juga menilai baik perluasan cakupan penerima BSU sehingga tidak hanya untuk wilayah PPKM Level 3 dan 4 saja, di mana menurutnya dalam hal ini, pemerintah telah mendengarkan masukan dari berbagai pihak, termasuk dari buruh.
“Dengan memberikan perluasan ditambah 6 provinsi itu bentuk dari keadilan. No one left behind (tidak ada seorangpun yang tertinggal),” tandas Elly.
Di sisi lain, Elly mengakui masih perlunya membimbing pola pikir para buruh untuk tidak selalu mengharapkan bantuan, bijak finansial, serta mendorong mereka mendapatkan penghasilan mandiri.
“Namanya juga bantuan, diberikan ketika kesulitan,” ujarnya.
Elly mengharapkan, pemerintah juga dapat mempertimbangkan pemberian BSU yang bersifat adaptif seperti untuk korban bencana alam, serta BSU untuk tenaga kerja informal.
Menyoroti penyaluran BSU dari pemerintah dan inisiatif sangat baik dari KSBSI, Pengamat Ekonomi CORE, Yusuf Rendy Manilet (Rendy) menekankan perlunya kolaborasi serikat buruh dengan pemerintah untuk mengoptimalkan penyaluran bantuan tersebut, juga bahwa kolaborasi ini dapat menjadi modal awal untuk pembuatan kebijakan ketenagakerjaan yang kolaboratif, berdasarkan data-data yang akurat.
“(Ini adalah) modal kolaboratif antara pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan dan serikat buruh untuk nantinya mengeluarkan kebijakan yang win win solution antara pemerintah dan pekerja,” tegasnya. (*Adv)
Baca Juga: Kabar Baik! 62.250 Pekerja Sulsel Bakal dapat Bantuan Subsidi Upah