Sayangnya, banyak pula orang yang tidak memiliki sensitivitas atau kepekaan untuk menyadari hal seperti demikian. Oleh karena itu, opsi lain yang dapat dilakukan adalah dengan bertanya dan meminta pendapat kepada orang terdekat, seperti teman, pasangan, anggota keluarga, ataupun kolega.
Pilihlah sosok yang mengenal diri kita dengan baik. Pastikan bahwa ia dapat memberikan umpan balik sejujur dan seterbuka mungkin terkait watak dan perilaku kita.
Bukalah pembicaraan dengan menyampaikan keresahan dengan sejujur-jujurnya. Sebab, ketika ia tahu bahwa kita telah menyadari sesuatu yang janggal pada diri kita, ia akan lebih terbuka untuk menyampaikan pendapatnya.
Apapun yang orang tersebut sampaikan, terimalah umpan balik tersebut walau mungkin membuat kita merasa tersinggung atau tidak nyaman. Jika belum sepenuhnya percaya dengan jawaban tersebut, coba tanyakan hal yang sama kepada orang terdekat lainnya.
Setelah berhasil introspeksi, tugas selanjutnya adalah memonitor diri sendiri untuk melihat apakah kita berhasil melakukan perbaikan terhadap watak dan sikap toksik tersebut. Ingatlah bahwa ini merupakan upaya untuk menjadi sosok yang lebih baik untuk diri sendiri dan orang-orang di sekitar.
Dalam episode yang sama, Astrid juga membahas seputar toxic positivity sebagai salah satu bentuk ketoksikan seseorang yang uniknya berasal dari pikiran-pikiran positif dan niat yang baik. Apa itu toxic positivity dan apa saja efeknya bagi diri sendiri maupun orang lain?
Dapatkan jawaban selengkapnya dengan mengakses podcast (siniar) Anyaman Jiwa di Spotify atau menekan ikon di bawah!
Penulis: Intania Ayumirza