Buku tersebut menurutnya terbit bukan karena inisiasi Arvan, melainkan atas dasar panggilan Tuhan.
Dengan diidapnya Covid-19, Arvan berefleksi bahwa selama di ICU ia merasa diberikan waktu oleh Tuhan untuk merenungkan banyak hal.
Selama masa perawatan, Arvan cukup merasa shock dengan banyaknya teman sekamar rawat inapnya yang meninggal.
"Baru ngobrol dua jam sebelumnya taunya dia meninggal," ujar Motivator nasional di bidang Leadership dan Happiness tersebut.
Baca Juga: Tutup Akhir Tahun dengan Apresiasi Diri Sendiri, Ini 3 Tahapan untuk Memulainya
Akhirnya ia mencapai pada titik pemahaman bahwa 'kematian hanya menunggu waktu', terlebih saat ia mimpi melihat dirinya meninggal dan sudah dikubur.
Melalui mimpi tersebut Arvan selalu mengatakan kalau dirinya siap untuk dipanggil dan merelakan kehidupannya.
Namun satu hal yang mengganjal adalah ketika ia khawatir dengan kondisi anak dan ibunya setelah ia meninggal nanti.
Sejak saat itu ia mulai memutar balikkan pikirannya, "aku harus survive, aku harus balik ke rumah dengan kondisi sehat".