“Kok bisa segitu? Kita memasukkan faktor religiositas, ternyata religiositas itu tidak jaminan bahwa orang itu orang baik. Apa itu religius? Religus itu adalah orang yang taat beribadah, rajin salat, rajin berzakat, rajin puasa, rajin ke gereja, rajin beribadah, menggunakan simbol keagamaan, agama apapun,” sambugnya menambahkan.
Sedangkan orang yang rajin beribadah tersebut, dinilai oleh masyarakat sebagai orang yang akan mencerminkan agamanya melalui pemikiran, perkataan, dan perbuatannya.
Lalu mengapa orang tersebut justru melanggar ajaran agama tersebut?
“Ada dua jenis orang religius yang berbuat jahat. Yang pertama adalah orang itu memang sebenarnya orang jahat yang berpura-pura religius, atau yang kedua adalah orang yang religius kemudian dalam perjalanan waktu dia menjadi orang jahat karena merasa dalam zona nyaman,” tegas Arvan.
Jadi, ketika ada orang religius yang berbuat jahat dalam perjalanannya, Arvan menyatakan bahwa orang tersebut merasa dirinya sudah mendapatkan kepercayaan dari banyak orang sehingga ia kemudian berbuat jahat.
Kepercayaan dari orang banyak bahwa ia akan berbuat baiklah yang membuat orang religius tersebut seakan diberikan kesempatan untuk berbuat jahat.
“Kita harus melihat dari berbagai sudut pandang, kita perlu lihat niatnya, intention,” sambungnya.
Baca Juga: Makna Lagu ‘Savage’ – aespa, Kisah Sakit Hati dan Balas Dendam?