Palembang, Sonora.ID – Sesuai tugas dan fungsi Polri, memelihara keamanan dan ketertiban, menegakkan hukum, memberikan perlindungan dan pengayoman kepada seluruh lapisan masyarakat sehingga tercipta keamanan dan ketertiban.
Terkait permasalahan radikalisme, AKBP. Alex Ramdan, SE, Kasubdit V Kamsus Dit Intelkam Polda Sumsel kepada Sonora (10/01/2022) mengatakan bahwa sebelum terjadinya radikalisme, diawali dengan intoleran.
Intoleran adalah sebuah pemahaman atau pandangan yang mengabaikan nilai-nilai toleransi dan empati kepada orang lain atau kelompok lain yang berlatar belakang berbeda.
Dari paham intoleran ini mereka memunculkan kegiatan-kegiatan yang sifatnya bahwa apa yang disampaikan pemahaman-pemahaman itu dianggap positif dan benar sendiri dan akan melakukan upaya-upaya dengan pemaksaan kehendak.
“Radikal artinya perasaan positif pada sesuatu yang sifatnya ekstrim sampai ke akar-akarnya sehingga mendorong orang untuk membela secara mati-matian mengenai suatu kepercayaan, keyakinan, agama dan ideology yang dianutnya,” ujarnya.
Untuk melihat sesorang terpapar radikalisme, kita harus mengetahui apa yang muncul di masyarakat yang membuat masyarakat terpapar. Sifat-sifat yang membuat terpapar antara lain.
Apabila pribadi atau kelompok tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain. Merasa benar sendiri dan menganggap orang lain salah.
Kebiasaan mayoritas berbeda dari yang lain sehingga untuk menegakkan keyakinan menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan.
“Teroris ada tahapannya, berawal dari intoleran, merasa ada ketidakadilan sehingga membuat gerakan separatis,” tukasnya.
Baca Juga: Kapolda Sumsel Tinjau Gedung RPK Perempuan dan Anak yang Baru
Agar tidak terpapar, yang pertama kita memperbanyak guru atau ulama. Setiap mendengar ceramah jangan satu ustad saja.
Memilih sebanyak-banyaknya ulama atau guru apa yang sampaikan atau diyakini. Paham radikalisme banyak menyebar melalui media social.
Upaya-upaya merekrut anggotanya menggunakan media social. Bila sudah tidak tahu batasan-batasan, berusaha tegas menolak apabila ada hal-hal yang tidak benar.
Hasil survey, usia milenial 17 sampai 24 tahun banyak terpapar radikal. Mereka cenderung lebih mudah terpapar, sedang mencari jati diri dan keinginan tahu yang besar.
Ciri-ciri terpapar radikalisme, dalam pergaulan mereka anti social, lebih emosional saat berbicara politik dan agama.
Apabila ada aksi unjuk rasa, perkataan mereka lebih keras dan pedas dan tidak melihat perasaan orang lain. Mereka sering mengadakan kegiatan dan pertemuan-pertemuan tertentu.
Sering terjadi memutuskan komunikasi dengan orang lain atau keluarga atau masyarakat.
Kebanyakan tampilannya berbeda. Kadang dengan ulama kritis tidak bisa menerima pembauran negara Indonesia berdasar bhineka tunggal ika.
“Polri siap menerima laporan atau melihat suatu kelompok yang mencurigakan dimasyarakat,” tutupnya.
Baca Juga: Siap-Siap!, Tilang Elektronik Akan Diterapkan Awal Tahun Depan