Sonora.ID - Dalam dunia kerja, manajer adalah salah satu posisi yang sangat krusial. Ia berfungsi sebagai jembatan untuk berkomunikasi antara atasan dan bawahan agar visi misi dan tujuan perusahaan tercapai.
Manajer sering kali dipandang sebelah mata karena beban kerjanya yang sedikit. Padahal, kalau ditelisik lagi, ia justru memiliki tanggung jawab yang besar karena juga harus mengayomi dan memperhatikan hasil pekerjaan bawahannya.
Oleh karena itu, apabila manajer tak memiliki sikap profesionalitas dan kemampuan untuk menjembatani, pasti kinerja tim akan terganggu.
Baca Juga: Catat 3 Tips sebelum Melamar di Start Up Menurut Manajer TikTok
Action Dipengaruhi oleh Mindset
Seorang manajer haruslah memiliki sikap dan pola pikir yang baik karena ia bisa menentukan sikap seseorang. Dari sikap itu, kemudian tercermin melalui perilaku (behaviour) untuk nantinya direalisasikan ke dalam action.
Manajer pun harus sering berefleksi perihal hasil kinerja tim. James Gwee dalam siniar Smart Inspiration menambahkan, "Jadi, kalo seseorang hasilnya jelek, ya, kita tarik mundur. Action-nya bener, gak? Kalo action-nya tidak bener, apa yang membuat action-nya demikian?"
Berbeda dengan manajer yang memiliki pola pikir bahwa setelah memegang posisi ini, ia adalah "penguasa". Dengan begitu, sikapnya pun akan angkuh. Akhirnya ia senang memerintah bawahan dengan semena-mena. Pola pikir itu bisa mereka dapatkan dari lingkungan pertemanan, keluarga, hingga atasan terdahulu.
Baca Juga: Mengulik Kiat Sukses untuk Menjadi Pemimpin Proyek yang Efektif
Pentingnya Manajer Sebagai Jembatan Penghubung
Apabila manajer memiliki sikap yang buruk, ia pasti tak bisa memiliki hubungan yang harmonis dengan bawahannya. Padahal, bawahan sangat diperlukan perusahaan untuk mewujudkan cita-citanya.
Atasan pasti memiliki target yang lebih tinggi. Sementara itu, bawahan tak memiliki target yang jauhă…ˇbahkan cenderung hanya untuk beberapa bulan ke depan saja. Oleh karena itu, manajer harus mampu menerjemahkan goals perusahaan ke anak buahnya.
"Goal bawahan, cita-cita bawahan, dititipkan ke atasan untuk menyampaikan ke top management, kan? Nah, manager itu adalah penerjemah agar atasan mengerti dan mau bantu," tambah James.
Mereka juga harus paham memosisikan diri, menciptakan suasana, dan juga menangkap beragam pola pikir. Pastinya, penggunaan bahasa saat menyampaikan sesuatu antara atasan bawahan berbeda.
Baca Juga: Sering Disamakan, Apa Perbedaan Seorang Leader dan Manajer?
Persiapan untuk Menjadi Seorang Manajer
Menurut James Gwee, banyak yang diangkat menjadi manajer tapi sebenarnya belum siap untuk posisi itu. Hal itu dikarenakan mereka belum memahami secara penuh tugas-tugasnya.
Mayoritas dari mereka mengalami culture shock karena beban kerja manajer yang lebih banyak dan beragam. Beban kerja manajer itu tak hanya mengevaluasi, melainkan turut berpartisipasi dalam proses planning, recruiting, motivasi, dan training.
Menurut James, 90% perusahaan mengangkat seorang manajer hanya berdasarkan sikap. Mereka bahkan jarang yang memberikan pelatihan uji coba. Faktanya, masa transisi ini sangat diperlukan agar mereka tak kaget menerima beban kerja baru.
"Seorang salesman yang berprestasi. Karena dia berprestasi, jujur, setia, dialah yang diangkat jadi manajer. Akibatnya, prestasinya turun banget karena dia tidak tahu bagaimana sikap menjadi (seorang) manajer dan tidak ada masa transisi."
Seorang manajer juga harus memiliki sikap empati agar bisa memahami keluh kesah bawahan. Dengan begitu, keduanya berdiskusi untuk menentukan alur kerja yang lebih baik.
"Dia bisa motivasi diri sendiri, tapi apakah dia bisa (me)motivasi orang lain?"
Selain memiliki sikap yang baik, seorang manajer juga harus memiliki potensi, yaitu kemampuan leadership. Mereka harus bisa menjadi problem solver dari setiap masalah yang dialami oleh timnya.
Pembahasan terkait krusialnya posisi seorang manajer, sudah bisa kalian dengarkan di siniar Smart Inspiration. Dengarkan sekarang juga di Spotify atau akses melalui tautan berikut https://spoti.fi/3nzF04V.