Sonora.ID - Ekonomi digital sedang mengubah bagaimana bisnis menjual produk dan jasa dilakukan dengan cara yang berbeda.
Ekonomi digital tidak selalu e-commerce, tetapi sudah mencangkup online travel (jasa perjalanan dan akomodasi), ride hailing (jasa pemesanan taksi) dan online media (jasa langganan musik dan video).
Dalam laporannya, Google Temasek E-Conomy nilai ekonomi digital Indonesia pada tahun 2018 mencapai US$ 27 miliar dan memperkirakaan akan berpeluang besar dan tumbuh hingga US$ 100 miliar pada 2025.
Pemanfaatan ekonomi digital juga telah dilakukan oleh berbagai sektor usaha. Yang banyak merasakan dampak positifnya yaitu sektor bisnis makanan dan minuman.
Layanan digital yang digunakan pedagang kelas UMKM hingga papan atas sangat membantu mereka untuk mendapatkan keuntungan yang lebih.
Salah satu pelaku usaha yang sukses dalam memanfaatkan ekonimi digital ini adalah pedagang angkringan Tasimalaya, Alif Rachmat.
Angkringan yang notabennya adalah dijual secara offline, tempat banyak orang berkumpul menikmati makanan dan minuman bersama kawan kita telah berinovasi.
Pelaku usaha yang kreatif, adaptif dan melihat berbagai peluang seperti Alif bisa saja akan menjadi pengusaha kuliner yang semakin besar.
Sifat gigih, optimis dan mampu berkembang mengiuti tren membawa Alif sebagai pedagang angkringan ini meraup omzet hingga 50 persen saat pandemi dan segala bisnis serupa terlihat lesu.
Baca Juga: UMKM Denpasar Harus Bangkit, Walikota: Digital Marketing Solusi saat Pandemi
Bermodal penasaran di awal 2020, ia akhirnya membuka usaha angkringan ini di Tasikamalaya, Jawa Barat dengan lokasi yang strategis, yaitu sekitar kampus.
Setelah mendirikan tenda dan menjalankan bisnis beberapa minggu, angkringan ini mendapat antusias yang baik dan mendapatkan daya tarik dari beberapa orang sekitar.
Namun, saat usahanya tersebut sedang ramai-ramainya, angkringan Alif ini harus tutup lebih cepat karena adanya pembatasan masyarakat akibat Covid-19.
Melansir dari Kompas.com, Alif Rachmat sebelumnya membuka angkringan dari jam 4 sore hingga 12 malam, namun setelah adanya aturan PPKM, ia menutup angkringan tersebut di jam 9 malam.
Untuk mendapatkan pasarnya kembali, semangat dan sifat optimisme dari salah satu pelaku usaha baru ini membuatnya selalu ingin belajar dan memahami tren yang ada di masyarakat terutama tren pasar di dunia kuliner.
Baca Juga: Kiat Startup Dalam Bertahan Ditengah Pandemi Covid-19
Bulan kelima, ia menilik tren pasar yang bergeser ke arah digital, dimulai dari adanya pembayaran digital, tampilan menu digital, hingga pengelolaan keuangan atau kasir secara digital.
Melihat tren tersebut, Alif akhirnya tergerak untuk mengadopsi digitalisasi.
“Dengan diberlakukannya new normal pada saat itu, saya melihat adanya berbagai pergeseran perilaku masyarakat agar dapat memutus rantai penularan virus, dari mulai pembayaran nontunai hingga pergeseran tren tampilan menu yang berubah menjadi digital atau e-menu” ujar Alif.
Keberanian yang ia lakukan untuk tumbuh dan mengitu tren masyarakat akhrnya membuahkan hasil.
Ia mengakui bahwa digitalisasi membuatnya meraup untung, setiap bulannya ia bisa mendapatkan lebih dari 1000 transaksi.
Strategi lainnya yang diterapkan Alif adalah menghadirkan inovasi pada suasana dan varian menu di angkringannya, seperti menghadirkan ambiance ala kafe dan menyediakan cita rasa makanan pedas yang berlevel.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Alif Pedagang Angkringan, Per Hari Tembus 100 Transaksi Setelah Pakai Layanan Digital"
Baca Juga: Teten Masduki : Kolaborasi dengan Perpusnas Tingkatkan Literasi UMKM