Sonora.ID – Utang pada negara karena adanya bencana lumpur Lapindo yang berawal dari Maret 2007 ini tak kunjung lunas.
Diketahui, pemerintah telah memberikan talangan dana pada masyarakat yang terdampak atas bencana lumpur Lapindo melalui perjanjian Pemberian Pinjaman Dana Antisipasi yang melibatkan salah satu perusahaan besar di Sidoharjo tersebut.
Perusahaan tersebut dinilai menjadi pemicu serta penyebab adanya lumpur Lapindo yang telah menenggelamkan 19 desa di Kecamatan Tanggulangin.
Melansir dari Kompas.com, bila utang yang menjerat perusahaan terkait senilai lebih dari 2 triliun rupiah.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rionald Silaban.
Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), jumlah tersebut termasuk pokok, bunga, dan denda yang harus dibayar.
Namun disisi lain, dari bencana yang ada tersebut terdapat ‘harta karun’ berupa kandungan logam yang jarang ditemui dan akhir Januari kemarin terdapat hasil dari sebuah penelitian.
Dari halaman Kompas.com, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan adanya potensi kandungan logam tanah jarang di Lumpur Lapindo.
Menanggapi hal tersebut, Dosen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga (Unair) Ganden Supriyanto, memberikan penjelasan mengenai apa itu rare earth.
Baca Juga: 5 dari 2000 Sekian Bencana Alam 2021 yang Terjadi di Indonesia
Ganden menuturkan bahwa logam tanah jarang atau rare earth di dalam rumus kimia sistem periodik masuk ke dalam golongan lantanida dan aktanida.
Harga yang ditawarkan oleh logam jenis tersebut juga cukup tinggi bila dilhat dari penggunaan dan manfaatnya yang digunakan untuk teknologi.
Lebih detailnya, logam tanah jarang ini juga dinilai penting karena fungsinya untuk bidang meteorologi yang bisa digunakan untuk pembuatan pesawat luar angkasa, lampu energi tinggi dan semi konduktor.
Bahkan harga dari logam tersebut terbilang sangat mahal dan bisa jauh lebih mahal dari harga emas dan platina.
Bukan hanya itu saja, logam litium yang berasal dari Lumpur Lapindo juga banyak digunakan sebagai bahan pembuatan baterai yang digunakan untuk mobil listrik.
Penemuan tersebut juga dinilai akan memiliki potensi yang lebih besar dan sangat penting untuk penggunakan serta kecanggihkan teknologi kedepannya.
Karena itulah, logam yang diambil dari Lumpur Lapindo tersebut juga bisa disebut ‘harta karun’ bila dikelola serta dimanfaatkan dengan baik.
Baca Juga: Penyintas Bencana Tak Boleh Kelaparan, Mensos Salurkan Bantuan ke Pihak yang Paling Siap