Jadi Korban Mafia Tanah, Warga Makassar Minta Keadilan di MA

7 Februari 2022 13:55 WIB
Ahli waris Hamat Yusuf jadi korban mafia tanah di Makassar
Ahli waris Hamat Yusuf jadi korban mafia tanah di Makassar ( Dok Sonora.id)

Makassar, Sonora.ID - Kasus sengketa tanah di Kota Makassar kembali mencuat.

Kali ini menimpa ahli waris Hamat Yusuf, pemilik tanah di Jalan AP Pettarani yang di atasnya berdiri aset Gedung Hamrawati.

Kuasa Hukum sekaligus ahli waris, Muhammad Alif Hamat Yusuf mengatakan, pihaknya digugat oleh seorang bernama A Baso Matutu pada 2018 lalu.

Baso mengklaim objek tanah tersebut adalah miliknya sebagai ahli waris dari Andi Tjinjing Karaeng Lengkese.

Akan tetapi, setelah ditelusuri, nama Andi Tjinjing Karaeng Lengkese tidak terdaftar sebagai pemilik tanah.

Belakangan diketahui, A Baso Matutu menggunakan surat keterangan tanah palsu yang ditandatangani oleh Camat Panakkukang kala itu.

Baca Juga: Inisiatif Peace Generation, Pelatihan Dalam Penguatan Narasi Keagamaan

"A Baso Matutu (penggugat) juga menggunakan surat palsu, yakni Surat Keterangan Tanah No : 593/016/KP/I/2013 tanggal 9 Januari 2013 yang ditandatangani oleh Camat Panakkukang Dra. Hj. Sulsilawati. A Baso Matutu telah terbukti bersalah dan sekarang jadi terpidana," ujar Alif Hamat Yusuf dalam keterangannya di hadapan wartawan di Makassar, Minggu (6/2/22).

Tak hanya berhadapan dengan mafia tanah, dalam perkara perdata itu, Alif juga mensinyalir adanya mafia hukum dan mafia peradilan.

Dugaan itu muncul ketika tiga orang hakim menghilangkan 12 alat bukti yang diajukan ahli waris Hamat Yusuf dalam persidangan.

Setelah dilaporkan ke Komisi Yudisial, ketiga hakim pun dinyatakan melanggar kode etik.

"Kami mengajukan 60 alat bukti surat di persidangan. Namun, faktanya tiga hakim pemutus Perkara yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tersebut menghilangkan 12 alat bukti surat yang tidak termuat dalam putusannya," ucap Alif.

Selain itu, pihaknya juga menemukan kejanggalan di mana putusan peninjauan kembali (PK) lebih dahulu diputuskan oleh Mahkamah Agung, yakni tanggal 6 Agustus 2018 ketimbang pengajuan permohonan peninjauan kembali pada tanggal 30 Agustus 2018.

Karena itu, pihaknya mendesak Mahkamah Agung agar mengeksekusi putusan Komisi Yudisial tersebut. Termasuk memutuskan dengan adil perkara sengketa tanah yang kini berstatus peninjauan kembali.

Baca Juga: Dekat dengan IKN Baru, Mafia Tanah Bisa Beraksi di Tabalong & Kotabaru

"Terbuktinya tiga hakim dan terpidananya A Baso Matutu seharusnya menjadi perhatian juga peringatan keras bagi Mahkamah Agung agar adil dalam memutus perkara termasuk perkara," jelasnya.

Lebih jauh, Alif berharap kasus yang dihadapinya dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati menghadapi masalah hukum. Khususnya sengketa tanah.

Sekadar diketahui, para ahli waris Hamat Yusuf dalam hal ini Dr H Saladin Hamat Yusuf telah menguasai dan memiliki objek tanah tersebut selama 78 tahun secara turun temurun.

Dimulai dari H. Tjolleng Dg Marala pada tahun 1938 kemudian beralih kepada anak kandungnya Hamat Yusuf melalui surat pemberian pada tahun 1961.

Setelah Hamat Yusuf meninggal pada 2004, kepemilikan tanah beralih kepada para ahli waris dalam hal ini Dr H Saladin Hamat Yusuf dan keluarganya.

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm