Sonora.ID - Terhitung sejak Desember 2021 lalu, Indonesia bersama jajaran negara lainnya menyelenggarakan presidensi G20.
Dikutip dari Bank Indonesia, G20 merupakan forum kerja sama multilateral yang terdiri 19 negara dan Uni Eropa.
Negara lainnya adalah Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Korea Selatan, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.
Pemerintah memberikan prioritas tiga isu dalam presidensi G20 tahun 2022.
Berdasarkan arahan Presiden Jokowi, isu yang dimaksud mencakup kesehatan yang inklusif, transformasi digital, dan transisi di bidang energi.
Selain arahan tersebut, terdapat pula beberapa peran strategis yang dipegang oleh Indonesia selaku tuan rumah G20.
Beberapa di antaranya adalah sebagai representasi negara berkembang, negara yang cukup sukses dalam menanggulangi Covid-19.
Hal ini disampaikan oleh Usman Kansong selaku Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo dalam siaran bertajuk 'Presidensi G20, Apa Dampaknya Bagi Indonesia?' yang mengudara di Radio Sonora.
Baca Juga: Di Hadapan Negara G20, Jokowi: Harus Fokus untuk Bersinergi dan Berkolaborasi Menyelamatkan Dunia
"Indonesia bisa dikatakan sebagai satu-satunya negara anggota ASEAN dan terkategori sebagai negara berkembang," ujarnya.
Sebagai representasi negara berkembang, Indonesia memiliki tugas untuk membawakan aspirasi negara berkembang dan negara miskin (underdeveloped).
Pertama, sebagai negara yang cukup sukses dalam menanggulangi Covid-19, Indonesia melalui G20 dapat berbagi pengalaman dan mendorong dunia untuk membentuk arsitektur kesehatan global yang lebih setara.
Dalam hal ini Indonesia melihat adanya ketidaksetaraan antar negara selama pandemi, utamanya berkaitan dengan kesehatan seperti vaksinasi.
"Vaksinasi di negara maju sudah hampir 100 persen. Tapi negara berkembang, bahkan underdeveloped countries itu 20 persen saja sudah bersyukur," jelas Usman.
Dalam isu kesehatan, Indonesia berusaha mengangkat pembahasan mengenai dana abadi bersama yang akan digunakan untuk menangani pandemi atau krisis kesehatan global di masa mendatang.
Baca Juga: W-20 Indonesia Prioritaskan Isu Pelaku UMKM Perempuan Sebagai Bagian dari Strategi Pemulihan Ekonomi
Kedua yang tidak kalah penting adalah peranan Indonesia dalam lingkungan karena Indonesia merupakan salah satu paru-paru dunia dan saat ini sedang dalam masa transisi energi.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam kebijakan Rencana Umum Energi Nasional yang mencantumkan bahwa pada tahun 2025 mendatang, sebanyak 23 persen bauran energi Indonesia akan dipasok energi baru terbarukan (EBT).
Berkaitan dengan lingkungan pula, Indonesia bersama negara anggota lainnya turut membahas green finance atau ekonomi hijau yang turut melibatkan aspek digitalisasi.
"Skema yang memungkinkan adalah dengan memberikan insentif bagi para pelaku usaha yang melakukan bisnisnya secara ramah lingkungan," ujar Usman.
Posisi tersebut pun didukung oleh perhatian ketiga, yakni Indonesia sebagai negara yang cukup menaruh perhatian besar terhadap digitalisasi.
Tidak hanya pada sektor ekonomi, Indonesia akan mengupayakan digitaliasi transformasi energi.
Adanya G20 menjadi momentum penting bagi Indonesia dan negara berkembang serta negara miskin lainnya untuk menyuarakan aspirasinya.
Diluar dari ketiga strategi tersebut, Indonesia turut menaruh perhatian terhadap digitalisasi UMKM dan keterlibatan perempuan dalam kesehatan global dan sektor kesehatan.
Baca Juga: Menparekraf: Negara G20 Harus Bersinergi Kuat Rancang Rencana Pemulihan Parekraf