Para pemuda Hindu di lereng Gunung Merapi tersebut memulai untuk membuat kembali dengan penuh semangat tanpa ada arak-arakan.
Ogoh-ogoh merupakan simbol kejahatan yang akan ditampilkan jelang perayaan Nyepi.
“Intinya nanti menyambut Hari Raya Nyepi di Penghujung Tahun Saka, kita harus melepaskan segala hal-hal buruk yang kita lakukan selama satu tahun untuk menyongsong tahun baru.” jelas Agus.
Ogoh-ogoh setinggi 3,5 meter dibuat oleh warga setempat dengan biaya sekitar Rp 5 juta ini nantinya akan dibakar di sekitar pura pada Upacara Tawur Agung.
Dibakarnya ogoh-ogoh sebagai simbol pemusnahan butakala. Selain simbol kejahatan, ogoh-ogoh yang dibakar merupakan kekuatan alam yang misterius.
Alam yang sebenarnya bersahabat bisa berubah menjadi malapetaka bagi manusia.
Ada perbedaan dalam prosesi tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu tidak adanya proses pawai atau arak-arakan keliling desa karena masih dalam kondisi pandemi Covid-19 sehingga proses pawai ditiadakan untuk meminimalisir pencegahan penyebaran virus Covid-19.
“Tahun ini kita fokuskan kegiatan di pura untuk ritual dan nanti untuk pembakaran ogoh-ogoh di lingkungan sekitar pura tanpa ada pawai atau arak-arakan. Dengan adanya upacara ini, diharapkan alam kembali damai, harmonis, dan termasuk covid-19 dapat segera sirna agar kehidupan kembali damai” imbuhnya.
Baca Juga: Bandara Ngurah Rai Bali Kembali Beroperasi Normal Setelah Tutup 24 Jam Pasca Nyepi