Penulis: Nika Halida Hashina & Brigitta Valencia Belion
Di tengah berjalannya revolusi industri 4.0, pengetahuan baru di luar dari pendidikan formal memang sangat penting. Pesatnya kemajuan teknologi digital, mengharuskan manusia untuk mampu menyeimbanginya dengan terus berinovasi.
Menghadapi masa tersebut, pola pembelajaran diskursus kian penting diselipkan dalam sistem pendidikan modern. Salah satu media yang menampungnya adalah Ekskul Indonesia.
Selaku founder, Nathanael mempromosikannya dengan jargon “belajar apa yang sekolah nggak ajarin”. Melalui penuturannya dalam siniar Obsesif bertajuk “Bertumbuh di Era Penuh Ketidakpastian” di Spotify, Nathanael menyampaikan alasan Ekskul Indonesia didirikan.
“Sebenarnya motif kita, ya, pake tagline itu kita pengen kasih awareness ke orang-orang. Kalo ada super-duper banyak pengetahuan atau ilmu di dunia ini yang sangat interesting tapi kita nggak pernah sama sekali sentuh di sekolah, di kuliah bahkan. Ada berbagai macem, se-simple critical thinking atau logika,” ujar Nathanael.
Di masa ini, kemampuan dasar itu sangat penting untuk memantik rasa ingin tahu. Dengan terus bereksplorasi, kita bisa menyeimbangkan diri dengan majunya peradaban.
Baca Juga: Bangun Kesadaran Interior dan Eksterior dengan Berpikir Kritis
Pentingkah Mencari Tahu Segala Hal Sebelum Menyimpulkan Sesuatu?
Rasa ingin tahu lahir dari pertanyaan-pertanyaan yang tidak terselesaikan oleh pikiran atau pancaindra. Maka dari itu, berlatih kemampuan logika dan nalar sangat dianjurkan untuk mengasah kepekaan.
Kepekaan ini dapat membantu kita untuk memfilter tiap informasi agar tidak mudah terjebak dalam penyimpulan argumentasi yang salah.
Jadi S. Lima dalam salah satu episode Obsesif juga membahas sesungguhnya keterampilan logika berpikir adalah awal dari kebebasan dan kesetaraan dalam masyarakat. Menurutnya, keterampilan berpikir mampu mendorong kita untuk berpihak pada kebenaran, bukan mempertahankan ego demi merasa menang.
Logika berpikir juga membantu kita menghadapi era yang sangat masif teknologi, terutama media sosial seperti saat ini.
Salah satu narasumber Obsesif, Yogie Pranowo, dalam episode “Saring Sebelum Sharing: Kritis dalam Era Post-Truth” juga menambahkan pendapatnya.
“Pertama, baca baik-baik artikelnya, baca baik-baik informasinya. Pahami kata demi kata sehingga tidak salah kaprah, karena yang menjadi malapetaka terkait dengan warganet itu soal interpretasi informasi,” ujar Yogie.
“Kedua jika salah satunya sudah tersebar di dalam dunia maya, pahami maksud dari definisi, pengertian, dan maksud dari tujuan si pengujar yang mengatakan apa,” sambungnya.
Masifnya media sosial membuat segala diskusi dibahas secara terbuka oleh segala kalangan dan usia. Untuk itu, penting bagi kita untuk mawas diri saat membaca segala informasi baru.
Saat ini, penyelewengan informasi, ideologi, bahkan cyber crime sudah merajalela. Memastikan kembali kebenaran informasi dengan menyertakan logika berpikir dapat membantu kita untuk menilai sesuatu secara objektif.
Baca Juga: Rasa Ingin Tahu Tinggi? Hingdranata: Lengkapi dengan 2 Etika Ini
Rasa Ingin Tahu Sudah Secara Alamiah Kita Miliki Sejak Kecil
Sebagai ibu dari segala ilmu pengetahuan, filsafat telah berjasa dalam kelahiran sebuah disiplin ilmu, kajian, gagasan, serta aliran pemikiran sebagai ideologi.
Ilmu-ilmu modern yang ditemukan kebanyakan didapatkan dari konsep berpikir filsafat. Konsep ini mengharuskan manusia untuk mempertanyakan segala hal yang ada di dunia ini.
“Kita belajar berfilsafat atau melakukan tindak filsafat ketika kita mulai bertanya mengenai sesuatu,” ujar Romo Thomas Hidya Jaya dalam salah satu episode siniar Obsesif. Sejak kecil, kita secara alami sudah berfilsafat misalnya saat bertanya mengenai hakikat suatu benda.
Setelah dewasa, kita dituntut untuk mencari tahu dan menentukan langkah setelahnya. Seperti dalam hal kepemimpinan, terkadang kita memiliki kekhawatiran untuk memimpin. Akan tetapi, rasa takut itu yang justru harus kita lawan.
Rasa ingin tahu secara naluriah dapat dimulai dengan niat dari dalam diri. Kita memerlukan rasa itu untuk menghadapi perkembangan zaman. Terlebih, di masa ketidakpastian ketika segala aspek di dunia ini terus berkembang.
Melalui siniar Obsesif bertajuk “Bertumbuh di Era Penuh Ketidakpastian” di Spotify, bahasan seputar topik-topik yang ada di musim keempat dibalut secara ringkas. Dengarkan wrap up lengkapnya melalui tautan berikut https://dik.si/obsesifS4Wrap1.