Medan, Sonora.Id - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) mencatat berdasarkan Data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 kondisi prevalensi stunting di Sumatera Utara sangat memprihatinkan. Sebanyak 13 dari 33 kabupaten/kota yang berada di Sumut berstatus “merah” alias memiliki prevalensi stunting di atas angka 30 persen.
Wilayah Mandailing Natal dengan prevalensi stunting 47,1 persen memuncaki peringkat nomor 2 dari 246 kabupaten/kota pada 12 provinsi prioritas berdasar data SSGI 2021. Dengan Padang Lawas yang berprevalensi 42 persen, masuk dalam 10 besar daerah berstatus merah.
Status merah selain disandang Mandailing Natal dan Padang Lawas, juga mencakup Pakpak Bharat, Nias Selatan, Nias Utara, Dairi, Padang Lawas Utara, Nias, Kota Padangsidempuan, Langkat, Batubara, Labuan Batu Utara serta Tapanuli Selatan.
Sementara yang berstatus kuning atau yang memiliki prevalensi stunting di kisaran 20 hingga 30 persen meliputi Samosir, Simalungun, Nias Barat, Labuan Batu, Labuhan Batu Selatan, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Kota Gunung Sitoli, Kota Tanjung Balai, Kota Sibolga, Tapanuli Tengah, Karo, Toba Samosir, serta Binjai. Tepatnya daerah yang berstatus kuning di Sumut berjumlah 14 daerah.
Sementara yang berstatus hijau yang memiliki prevalensi stunting di kisaran 10 hingga 20 persen mencakup 6 daerah. Keenamnya terdiri dari Serdang Bedagai, Kota Meda, Asahan, Kota Tebingtinggi, Kota Pematang Siantar dan Deli Serdang.
Padahal stunting bukanlah kutukan melainkan stunting bisa dicegah sedini mungkin. Jika semua aspek dari hulu hingga hilir, potensi munculnya stunting bisa diantisipasi dengan baik maka setiap keluarga bisa terhindar dari lahirnya bayi-bayi stunting.
Baca Juga: Hasto Wardoyo : Masalah Stunting Perlu Penanganan Serius
Baca Juga: BKKBN Terus Gencarkan Program RAN PASTI Guna Tekan Stunting Nasional
Wakil Gubernur Sumatera Utara, H. Musa Rajekshah, S.Sos., M.Hum berharap semua kepala daerah yg ada di Sumut bahu membahu mengatasi stunting. Data-data yg diberikan BKKBN harusnya menjasi pijakan kita semua untuk bergerak dan melakukan konvergensi. Rajekshah yang juga Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Sumatera Utara juga optimis Sumut dapat mencapai target penurunan angka stunting sebesar 14 persen pada tahun 2024.
Sementara itu, beberapa Bupati dan Walikota yang hadir mendukung komitmen yang disampaikan oleh Wagub yang biasa di sapa Ijeck ini.
Bupati Batubara Ir. Zahir M.Ap mengungkapkan untuk menurunkan angka stunting pada balita perlu beberapa hal yang harus dipersiapkan, salah satunya pemberian gizi yang baik. Menurutnya, pendataan akurat untuk kasus stunting di Daerah harus di tingkatkan dalam memudahkan penambahan gizi pada anak.
"Terutama, Pemkab Batubara akan meningkatkan pendataan lebih baik yang sesuai dengan fakta, hal ini bertujuan pemberian gizi kepada anak-anak secara merata,"ungkapnya.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) yang diberi amanah oleh Presiden Joko Widodo melalui Peratutan Presiden/Perpres Nomor 72/2021 sebagai Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting Indonesia berharap konvergensi lintas sektoral sungguh-sungguh bisa terlaksana dan membutuhkan komitmen serta kerja keras semua pihak.
“Program, kegiatan dan anggaran untuk percepatan penurunan stunting menjadi saling melengkapi sehingga intervensi yang diberikan betul-betul diterima oleh rumah tangga sasaran. Dengan keberadaan 10.323 Tim Pendamping Keluarga atau TPK yang ada di Sumut atau setara dengan 30.969 orang penggerak pendamping keluarga, persoalan stunting di seantero Sumut harus bisa teratasi,”jelas Kepala BKKBN Dr (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K).
Menurut Hasto Wardoyo, kolaborasi semua pihak di Sumut menjadi kata kunci untuk percepatan penurunan stunting. Pelibatan 21 perguruan tinggi di Sumut yang memiliki program studi gizi dan program studi kelompok kesehatan sangat potensial untuk dilibatkan. Program kampus merdeka memungkinkan mahasiswa bisa mendapat nilai satuan kredit semester di Kampung-Kampung Keluarga Berencana yang tersebar di seluruh Sumut, sehingga kontribusinya dalam percepatan penurunan stunting bisa optimal.
“Saya berharap, keberadaan 385 perguruan tinggi yang ada di Sumut bisa melaksanakan kegiatan peduli stunting. Hingga saat ini baru sembilan perguruan tinggi atau sekitar 2 persen yang telah melakukan perjanjian kesepakatan pemahaman (MOU) peduli stunting dengan BKKBN. Pelibatan mahasiswa dan pengerahan maksimal TPK menjadi solusi untuk mengcover persoalan stunting yang ada di 6.132 desa yang ada di Sumut,”papar Hasto Wardoyo