Jakarta, Sonora.ID - Anggota Komisi I DPR RI Dede Indra Permana Soediro meminta pemerintah segera memberikan payung hukum terhadap operasi pemberantasan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Pasalnya, payung hukum belum ada yang disahkan oleh pemerintah.
Baca Juga: KKB Kembali Lakukan Penembakan Kepada Personil Gabungan TNI-Polri di Bandar Aminggaru
Politikus PDI-P itu menilai, KKB masih berulah karena mereka ingin menunjukkan eksistensinya.
Sebenarnya KKB tidak ingin TNI masuk, tapi payung hukumnya memang belum ada kecuali ada Perpres yang disahkan oleh pemerintah untuk memberikan payung hukum terhadap operasi pemberantasan KKB.
"TNI tidak dapat melakukan operasi militer karena bukan dalam situasi darurat militer/tertib sipil, jadi sifatnya hanya membantu operasi penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri.
Sudah ada rapat Menkopolhukam dengan Mabes TNI, Kementerian Luar Negeri, Kapolri, dan PPATK pada 22 April 2001 untuk mengganti istilah KKB menjadi Kelompok Separatis Papua (KSPT), menjadi tugas kami untuk mendeclare KSPT," ujar Dede, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (11/3/2022).
Menurutnya, TNI bisa masuk tapi menunggu Perpres tentang TNI dalam penanganan terorisme.
Telah ditandatangani presiden berkaitan dengan terorisme namun Polri belum menandatangani, karena di UU TNI sendiri belum ada perpres tentang tindak pidana.
Baca Juga: Kapolda Sumsel Pimpin Upacara Penyambutan Jenazah Bharatu (Anumerta) I Komang
"Antisipasi ada, tapi aturannya belum boleh masuk karena aturan belum disahkan melalui diskresi presiden," ucapnya.
Hingga saat ini, kata Dede, Indonesia belum mempunyai wilayah khusus yang didedikasikan untuk latihan peperangan TNI (daerah latihan).
Padahal, negara dengan luas wilayah yang sangat kecil seperti Singapura sudah memilikinya dengan nama Singapore Armed Forces Training Institute (SAFTI City).
"Dengan lokasi yang strategis di tengah-tengah Pulau Jawa bisa diakses dari Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah mempunyai kawasan Gunung Lawu dengan luas lahan 437,8 hektar bisa dijadikan alternatif untuk daerah latihan TNI yang membutuhkan lahan sekitar 45,1 hektar.
Dengan landscape berbukitan lengkap dengan wilayah Gunung Lawu, sangat pas untuk simulasi perang hutan," ungkapnya.
Sedangkan untuk simulasi perang perkotaan, ia menyebut ada alternatif di wilayah Meteseh, dan di wilayah dengan luas sekitar 250 hektar tersebut.
Tinggal selanjutnya dibangun simulasi perang seperti gedung, puskesmas, kereta api, dan sungai buatan disesuaikan dengan kebutuhan latihan serta ditambah fasilitas-fasilitas penunjang untuk latihan militer.
"Dengan adanya daerah latihan yang mutakhir, tentunya akan menunjang kemampuan prajurit TNI.
Sehingga, kapanpun dan dalam situasi apapun pasukan-pasukan TNI bisa menunjukkan kualitas terbaiknya," tuturnya.
Baca Juga: KKB Kembali Serang Warga Sipil di Papua