Jakarta, Sonora.ID- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) sangat menyesalkan terjadinya tindakan kekerasan seksual terhadap anak perempuan berusia 15 tahun hingga hamil di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
“Kami sangat menyesalkan dan mengecam keras dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan terhadap anak perempuan berumur 15 tahun hingga menyebabkan kehamilan.
Apalagi terduga pelaku sudah melakukan aksinya lebih dari satu kali dimulai pada awal hingga akhir tahun 2021.
Kasus ini tentunya sangat melukai kita semua, terutama setelah ditetapkannya Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang-Undang oleh DPR RI pada Selasa silam.” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, Minggu (17/4).
Menteri PPPA menuturkan bahwa kasus kekerasan seksual ini tidak boleh di pandang sebelah mata.
Kasus kekerasan seksual ini perlu ditegakkan dengan hukuman yang seberat-beratnya agar menimbulkan efek jera.
Harapannya agar tidak akan terjadi lagi kasus serupa yang menimpa masyarakat di Indonesia, khususnya terhadap perempuan dan anak.
KemenPPPA juga mendorong agar Aparat Penegak Hukum (APH) menindak tegas dan menjatuhkan hukuman berat kepada pelaku.
Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
Baca Juga: Ketok Palu! UU TPKS Disahkan, Ini 19 Jenis Kekerasan Seksual yang Disebut
Kronologi kejadian kekerasan seksual
Dilansir dari hasil koordinasi yang dilakukan oleh Tim SAPA 129 KemenPPPA dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Bekasi, berikut kronologi kekerasan seksual yang terjadi;
Kejadian berawal dari pelaku meminta korban datang untuk menemai anak dan istrinya yang merupakan pendatang baru di kampung tersebut.
Aksi tersebut dilakukan di rumah pelaku ketika korban datang pada hari Sabtu dan Minggu bertepatan ketika anak dan istri pelaku tidak ada, hingga korban hamil.
Korban juga kerap dicekoki minuman bersoda dalam jumlah besar oleh pelaku dengan harapan agar korban tidak hamil.
Awal mula terungkapnya kasus yang memprihatinkan ini berasal dari kecurigaan ibu korban yang menyadari bahwa korban sudah tidak menstruasi selama dua bulan.
Akhirnya ibu korban memberikan alat tes kehamilan yang menghasilkan bahwa korban dalam keadaan hamil.
Ibu korban pun sempat membawa korban ke dukun beranak untuk memastikan bahwa korban sedang hamil 5 (lima) bulan.
Lantas, kedua orang tua korban mendesak korban untuk memberitahu siapa yang menghamilinya.
Kemudian, korban menjawab bahwa oknum tetangga lah yang menghamilinya.
Berdasarkan informasi yang diterima oleh Tim SAPA, pelaku disebut-sebut ingin menikahi korban dan menjadikannya istri kedua.
Lalu, akan melakukan musyawarah dengan keluarga korban dalam waktu dekat.
Kendati begitu, menghindari tanggungjawab pidana seperti ini justru akan berdampak buruk bagi korban dan ini menjadi bertentangan dengan UU TPKS yang melarang pemaksaan perkawinan pelaku terhadap korban.
Sampai saat ini, pelaku masih belum mengakui perbuatannya padahal orang tua korban sudah melakukan pelaporan kepada Polres Metro Bekasi guna penyelidikan lebih lanjut.
“Kami tentu berharap kasus ini dapat segera diungkap siapa pelakunya dan korban dapat didampingi dalam proses penanganan dan pemulihannya.” tutur Menteri PPPA.
KemenPPPA melalui Tim SAPA akan terus berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kabupaten Bekasi.
Tujuannya untuk melakukan penjangkauan dan proses pendampingan kepada korban dan keluarga serta memberikan layanan psikologis yang dibutuhkan oleh korban.
Lebih lanjut, Menteri PPPA menyampaikan bahwa KemenPPPA akan terus mengawasi, memastikan kebijakan pemerintah, dan peraturannya.
Harapannya agar dapat berjalan seusai proses hukum yang adil dengan mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak sebagai berperspektif korban, terutama ganjaran yang setimpal bagi pelaku.
Selain itu, Menteri PPPA juga memberikan apresiasi bagi masyarakat yang sudah mulai berani dan percaya untuk membuat laporan pengaduan kekerasan seksual yang terjadi maupun yang dilihat kepada layanan pengaduan.
Oleh sebab itu, diperlukan komitmen APH untuk memberikan keadilan pada korban sesuai peraturan yang berlaku dan menerapkan hukuman maksimal.
Masyarakat memiliki andil dalam upaya melindungi anak, maka jika masyarakat melihat, mendengar, mengetahui sendiri aksi kekerasan terhadap anak dan perempuan, segera kontak respon cepat ke Nomor 129 SAPA atau kirim pesan Whatsapp 08-111-129-129.
Baca Juga: Puan: DPR Berkomitmen Mencegah & Menangani Kekerasan Seksual Melalui RUU TPKS