Sementara Ubud hanya kebagian sekitar 10-15 persen.
Baca Juga: Sandiaga Uno: Target Wisman Australia Ke Indonesia 3,6 Juta
Meskipun demikian, stakeholder pariwisata Ubud tetap bersyukur. Sebab saat ini suasana Ubud sudah mulai terlihat ke arah positif.
"Dulu Jalan Monkey Forest sangat sepi, restoran banyak yang tutup, dan yang buka pun, pukul 18.00 Wita sudah sepi. Tapi sekarang, sudah terlihat ada tamu jalan-jalan saat malam hari," ungkapnya.
Sementara untuk tingkat okupansi hotel di Ubud atau Kabupaten Gianyar secara umum, kata dia, rata-rata sekitar 30-40 persen.
Keterisian ini, tak terlepas dari liburan Paskah yang banyak dilakukan oleh wisatawan Australia.
"Yang signifikan datang mungkin karena liburan Paskah, tamu Australia yang banyak datang. Rata-rata okupansi saat ini 30-40 persen. Tapi itu rata-ratanya, kemungkinan ada yang di atas 40 persen juga, tapi tak banyak," jelasnya.
Berdasarkan tren okupansi sebelum pandemi, Adit Pande menyampaikan bahwa pada April merupakan bulan awal peningkatan okupansi, lonjakan kedatangan terus terjadi setiap bulan, hingga high season di bulan Juli dan Agustus.
"Kalau tren yang kami punya dari zaman dulu, sebelum pandemi, April ini adalah start dari peningkatan okupansi. Sebab liburan Paskah. Lalu Mei, Juni itu biasanya kurvanya selalu meningkat dan high season-nya di bulan Juli-Agustus," ujarnya.
Meskipun kondisi saat ini telah mengarah ke positif, tapi Adit mengungkapkan masih terdapat akomodasi wisata anggota PHRI Gianyar yang belum beroperasi.
Ia memprediksi mereka masih menunggu kurva kunjungan Mei nanti.
Baca Juga: Bali Kembali Kedatangan Wisman, Akhir Bulan Maret Giliran Penerbangan Emirates dan Qatar Tiba