Dwikorita menjelaskan, peringatan dini bencana dibagi menjadi dua aspek yaitu aspek hulu dan hilir. Aspek hulu berhubungan dengan teknologi yang terdiri dari analis, prediksi, dan penyebar luasan informasi. Sementara di bagian hilir adalah aspek yang berkaitan dengan masyarakat.
Ia menjelaskan, peringatan dini yang dikirimkan oleh BMKG selama 24 jam akan masuk ke sistem-sistem yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Namun, apabila di daerah sistemnya tidak berjalan karena berbagai faktor, maka korban akan tetap timbul.
"Semua aspek yang ada pada bagian hulu tidak akan ada artinya jika aspek hilirnya tidak berjalan. Menjadi PR bersama bagaimana masyarakat bisa memahami informasi peringatan dini tersebut," jelas Dwikorita.
Hari Kesiapsiagaan Bencana menjadi penting karena menurut Dwikorita, setelah masyarakat memahami informasi tersebut, belum tentu menjamin mereka mau melakukan upaya-upaya yang direkomendasikan. HKB dapat menjadi salah satu media edukasi dan sosialisasi respon awal kesiapsiagaan menghadapi bencana.
"Harapannya peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana dapat menjadi tempat kita untuk menguji dan melatih hingga akhirnya menjadi budaya yang tersistem dalam struktur kehidupan masyarakat kita," tutup Dwikorita.