Sonora.ID - Presiden Jokowi akhirnya menormalisasikan penggunaan masker di Ruang Terbuka. Pelonggaran ini dilakukan lantaran angka penularan covid mulai dapat terkendali oleh pemerintah.
Keputusan ini mendapatkan dukungan penuh dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia, Zubairi Djoerban mengatakan bahwa keputusan Presiden RI mengenai pelonggaran masker adalah hal yang tepat.
Ada beberapa alasan yang membuat IDI setuju dengan keputusan tersebut adapun alasannya adalah pertimbangan indicator penanganan pandemic covid-19 yang angkanya sudah cukup baik.
“Keputusan yang tepat, berdasarkan data harian yang turun terus. Kemarin sempat naik, tapi hari ini turun lagi (kasus baru Covid-19) di bawah 300. Jadi, kasus baru turun banyak,” kata Zubairi ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (17/5/2022) malam. “Kedua, positivity rate juga sangat turun hingga kurang dari 3 persen. Keterisian rumah sakit rujukan juga kurang dari 3 persen, bahkan banyak rumah sakit yang kosong pasien Covid-19,” ia menambahkan.
Di sisi lain, kasus aktif covid-19 atau jumlah warga yang terinfeksi covid-19 juga terus mengalami penurunan.
Disisi lain vaksinasi telah tinggi dan mungkin hampir seluruh warga Indonesia telah mendapatkan kebutuhan vaksinasi.
“Jadi semuanya mendukung,” ujar profesor tersebut.
Namun dalam hal ini Zubairi tetap memberikan catatan pasalnya meski telah terkontrol tetap ada kemungkinan kenaikan kasus covid-19.
Perkiraan ini diperhitungkan lantaran adanya kasus mudik Lebaran 2022 yang dihitung sejak awal bulan Ramadhan 2022.
“Kalau ada kenaikan dalam setengah atau sebulan lagi, harus dibuat PPKM lagi. Tapi, kemungkinan untuk itu sepertinya kecil,” kata dia.
Untuk diketahui Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan alasan pemerintah memutuskan untuk melonggarkan penggunaan masker di ruang terbuka.
Lantaran saat ini varian kasus covid-19 yang belum dapat dikendalikan adalah Omicron BA2 tidak akan mengakibatkan lojakan kasus covid-19.
"BA.2 itu sudah dominan juga di Indonesia dan di India, tetapi berbeda dengan negara-negara lain seperti China dan Amerika Serikat, kita tidak mengamati adanya kenaikan kasus yang tinggi dengan adanya varian baru itu," kata Budi dalam konferensi pers secara virtual melalui kanal YouTube BNPB, Selasa.
Budi menambahkan b ahwa hasil survey menunjukan bahwa 99,2 persen masyarakat yang tinggal dikawasan Jawa-Bali susah memiliki antibody terhadap covid-19.
Selain itu masyarakat memiliki titer antibody yang cukup tinggi.
"Hasil riset di seluruh dunia menunjukkan bahwa kombinasi dari vaksinasi ditambah dengan infeksi, membentuk apa yang di kalangan sains disebut super immunity, jadi kekebalannya atau kadar antibodi tinggi dan bisa bertahan lama," ujarnya.
Baca Juga: Jokowi Perbolehkan Bebas Masker di Ruang Terbuka, IDI: Sampai Kapan pun Perlu