Sonora.ID - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menegaskan dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di berbagai macam bidang, pemerintah Indonesia senantiasa tidak boleh mengesampingkan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak perlu menjadi perhatian bersama karena hingga saat ini perempuan dan anak masih menjadi kelompok rentan yang kerap mengalami diskriminasi, subordinasi, marginalisasi, pelabelan, hingga kekerasan struktural.
“Perlu menjadi perhatian besar kita bersama bahwa perempuan dan anak mengisi 64,6% dari seluruh populasi Indonesia. Artinya, untuk mencapai Indonesia yang unggul dan sejahtera, melalui pembangunan berkelanjutan dalam berbagai bidang, perempuan dan anak tidak boleh ditinggalkan,” ujar Menteri PPPA dalam sambutannya pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2022 secara virtual, Senin (23/5).
Baca Juga: Puan: Jerat Penculik yang Cabuli Anak dengan UU TPKS
Dalam keterangan tertulisnya, Menteri PPPA mengungkapkan isu-isu yang melingkupi perempuan dan anak bersifat sangat kompleks. Sehingga penyelesaiannya membutuhkan intervensi baik dari seluruh sektor pembangunan, maupun dari berbagai macam sisi dan pendekatan.
“Intervensi harus dilakukan dari segi kebijakan dan penegakan hukum, ekonomi, sosial, politik, dan lain sebagainya. Untuk itu, perlu adanya kesadaran dan keterlibatan semua pihak dalam mencari solusi-solusi baru, mengawal implementasi dari program-program yang sudah berjalan, serta mengkonstruksi ulang nilai-nilai yang ada di masyarakat terkait pentingnya pemenuhan hak-hak perempuan dan anak. Tentunya dukungan dari Kejaksaan RI menjadi sangat besar dibutuhkan,” tutur Menteri PPPA.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri PPPA juga menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Jaksa Agung Republik Indonesia, Burhanuddin dan Kepala Kejasaan Tinggi Jawa Barat, Asep N. Mulyana beserta jajarannya, memberikan komitmen penuh yang luar biasa dalam mengawal kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak serta berhasil melakukan upaya hukum banding untuk menghukum berat pelaku HW yang melakukan kekerasan seksual persetubuhan kepada 13 (tiga belas) Santriwati Anak dan membebankan restitusi ganti kerugian korban kepada pelaku, bukan kepada pemerintah.
Keberhasilan menjatuhkan hukuman seberat-beratnya dalam kasus kekerasan seksual HW merupakan salah satu contoh praktik baik sinergi dan kolaborasi dengan Kejaksaan RI dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi korban, khususnya perempuan dan anak.
Selain itu, menurut Bintang, patut menjadi kegembiraan kita bersama, setelah penantian yang panjang, pada tanggal 9 Mei 2022, Presiden Joko Widodo telah mengundangkan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Baca Juga: Ketua DPR Serap Masukan Implementasi UU TPKS