Setelah Galungan dirayakan selama tiga abad, pada pemerintahan Raja Sri Ekajaya tahun 1103 Saka, entah kenapa perayaan Galungan dihentikan. Kemudian masyarakat Bali mengalami penderitaan yang luar biasa seperti wabah penyakit, dan para raja selalu berumur pendek.
Tahun 1120, Sri Jaya Kesunu, dinobatkan sebagai raja Bali menggantikan Sri Dhanadi, Dalam Lontar Sri Jaya Kasunu disebutkan, ketika beliau dinobatkan, wabah dan kesengsaraan yang melanda masih belum bisa diatasi.
Karena itu Sri Jaya Kasunu pergi meninggalkan istana dan melakukan semadi di tengah kuburan di wilayah Pura Dalem Puri Besakih, disinilah beliau didatangi Bhatari Durga.
Baca Juga: Sejarah Hari Raya Galungan dan Kuningan, Memaknai Kemenangan Kebenaran Melawan Kejahatan
Dewi Durga memberikan wejangan kepada sang Raja Bali, beliau bersabda, bahwa penyebab terjadinya bencana yang melanda tanah Bali adalah akibat para raja sebelumnya kurang taat melaksanakan Yadnya, terutama Bhuta Yadnya, sehingga ketika memasuki wuku dunggulan, para pengikut Dewi Durga yang disebut sebagai Sang Kala Tiga yaitu Sang Bhuta Dungulan, Sang Bhuta Galungan, dan Sang Bhuta Amangkurat menebar bencana di tanah Bali.
Dewi Durga menyarankan sang raja agar kembali melaksanakan perayaan Galungan, serta beliau memberikan petunjuk yadnya apa saja yang harus dilaksanakannya dalam rentetan perayaan Galungan, dan fungsi dari pelaksanaan Yadnya tersebut, selain itu Dewi Durga menitahkan beliau untuk melaksanakan Yadnya Bhuta Yadnya seperti caru, tawur, pakelem, dll, untuk menyucikan para mahkluk Bhuta.
Setelah melaksanakan Galungan, tanah Bali tidak terjadi lagi musibah dan wabah, Bali menjadi subur dan rakyat sejahtera.
Baca Juga: Terjadi Peningkatan Sampah di Denpasar Sebanyak 30 Persen, Setelah Hari Suci Galungan