Sonora.ID - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) sangat geram atas kasus pemerkosaan terhadap seorang anak perempuan (CS) usia 15 tahun oleh 10 laki-laki di Tapanuli Utara. Kasus ini semakin membuat miris karena tujuh pelakunya masih berusia anak.
“KemenPPPA akan terus mengawal kasus bersama aparat penegak hukum setempat agar dapat menuntaskan kasus ini sesuai dengan perturan perundang-undangan yang berlaku. Kami akan memastikan korban anak mendapatkan pendampingan dari ahli baik secara hukum dan psikis. Pemulihan mental dan psikis korban anak perlu mendapatkan pendampingan yang tepat agar dapat kembali pulih meski maembutuhkan waktu. Kami juga akan terus berkoordinasi dengan UPTD PPA Provinsi Sumatera Utara terkait dengan perkembangan kondisi korban anak dan mendorong UPTD PPA agar dapat memberikan pelayanan secara terpadu kepada korban kekerasan seksual sesuai dengan kebutuhannya,” ungkap Nahar selaku Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA dalam keterangan tertulisnya.
Kasus ini dilaporkan oleh orang tua korban ke Polres Tapanuli Utara dan polisi telah menangkap ke-10 pelakunya.
Para pelaku mengakui perbuatannya dan kini mereka dalam tahanan Polres Tapanuli Utara. Polres telah memproses kasus ini memasuki tahap penyelidikan.
Baca Juga: Pemerintah Susun Peraturan Pelaksana UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Kasus ini bermula dari hubungan seksual antara CS dengan salah satu pelaku. Perbuatan mereka direkam dalam ponsel dan ternyata video tersebut tersebar ke sembilan laki-laki teman si pelaku yang kemudian turut menjadi pelaku pemerkosaan.
Rekaman video dalam ponsel digunakan kesembilan laki-laki tersebut untuk mengancam korban agar mau berhubungan badan dengan mereka.
Jika tidak, video tersebut akan disebarkan. Karena ketakutan dengan ancaman itu, CS akhirnya menjadi korban kekerasan seksual kesembilan laki-laki itu.
Nahar menegaskan kasus ini sangat penting untuk mengingatkan bahwa memberikan edukasi kepada anak merupakan prioritas agar anak terbebas dari pergaulan negatif, terutama seks bebas.
Baca Juga: Optimalkan Pengasuhan Anak Di Lingkungan Kerja, KemenPPPA Resmikan Daycare Ramah Anak
Orang tua dan pendidik seyogianya memberikan pemahaman tentang cara bergaul dengan lawan jenis, alat reproduksi, aktivitas seksual, dan dampak yang akan timbul apabila ada kesalahan.
Melalui edukasi dan komunikasi yang tepat, anak bisa lebih terbuka dengan orang tua dan orang tua dapat mengarahkan anaknya.
Lebih lanjut, Nahar mendesak hukuman tegas terhadap pelaku atas tindak kejahatannya.
Jika perbuatan pelaku memenuhi unsur Pasal 76D UU Nomor 35 Tahun 2014 maka pelaku terancam sanksi pidana sesuai Pasal 81 ayat (1), (2), (3), dan (6) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU dengan ancaman hukuman paling lama 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Selain itu, sesuai UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), korban dalam upaya pemulihan berhak mengajukan biaya restitusi yang akan dibayarkan oleh pelaku yang penilaian besaran biayanya dilakukan oleh LPSK.
Apabila harta kekayaan pelaku yang disita tidak mencukupi untuk membayar biaya restitusi maka pelaku dikenai pidana penjara pengganti yang tidak melebihi ancaman pidana pokoknya dan negara memberikan kompensasi sejumlah restitusi yang kurang bayar kepada korban, sesuai dengan putusan pengadilan.
Baca Juga: Kasus Penculikan 12 Anak, KemenPPPA Minta Hukuman Tegas Terhadap Pelaku
Di samping itu, ditambah lagi pidana tambahan berupa pengumuman identitas, tindakan rehabilitasi, dan pemasangan alat pendeteksi elektronik, setelah terpidana selesai menjalani hukuman penjaranya paling lama 20 tahun.
Penanganan hukum terhadap pelaku anak harus merujuk UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan pilihan sanksi pidana dan tindakan.
Dalam hal pelaku adalah Anak, maka hak korban dalam pemulihan juga dijamin dalam UU 12 tahun 2022 tentang TPKS dimana pemberian restitusi dilakukan oleh orang tua atau wali.
“KemenPPPA akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dan Aparat Penegak Hukum setempat untuk memastikan korban mendapatkan pelayanan dan pendampingan hukum sesuai dengan kebutuhannya sampai korban pulih kembali,” tutup Nahar.
Baca Juga: Dorong Kasus Perundungan Anak di Tangerang Selatan Diselesaikan Secara Diversi