Bukan hanya akibat pandemi Covid-19 saja, ternyata banyak sekali faktor yang menyebabkan ke-5 negara tersebut memiliki tingkat inflasi tinggi.
Sebagai contoh, Turki saat ini sedang mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan lonjakan tingkat inflasi meningkat drastis dalam satu tahun.
Inflasi ini dapat dilihat dari melemahnya harga tukar lira, yaitu mata uang Turki, yang menyebabkan seluruh barang menjadi jauh lebih murah di mata internasional.
Rusia yang sedang mengalami inflasi pun ini tidak hanya disebabkan oleh pandemi Covid-19 saja, tetapi juga dari pengaruh perang yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina.
Perang yang digaungkan oleh negara dengan kekuatan militer terkuat itu menyebabkan banyak sekali negara barat yang memberikan 'sanksi' ekonomi terhadap Rusia.
'Sanksi' ini merusak hubungan impor serta ekspor suatu negara yang memiliki kaitannya dengan Rusia.
Sehingga, terjadi penurunan drastis kemampuan ekspor-impor Rusia ketika permintaan dari suatu negara sedang meningkat dan menyebabkan inflasi terjadi.
Tingkat inflasi yang tinggi ini akan sangat berbahaya dan mengancam kesejahteraan suatu negara jika tidak diatasi dengan baik.
Pendapatan masyarakat di dalam negara dengan tingkat inflasi tertinggi akan terus merosot, sehingga meningkatkan risiko pengangguran serta kemiskinan.
Selain itu, pelaku ekonomi di dalam negara dengan tingkat inflasi tertinggi pun akan mengalami ketidakpastian (uncertainty) atau ketidakstabilan dalam mengambil keputusan.
Inflasi tinggi juga membuat tingkat bunga domestik menjadi tidak kompetitif dengan negara lainnya, sehingga dapat membuat mata uang semakin melemah dalam kancah internasional.
Hingga saat ini, Indonesia masih berada di situasi yang cukup aman karena tidak memiliki tingkat inflasi tertinggi di dunia.
Meskipun begitu, roda perkenonomian Indonesia masih belum dapat dikatakan stabil setelah luluh lantah akibat pandemi Covid-19 yang menyerang selama dua tahun lamanya.