Dengan adanya terobosan ini, Syamsir semakin yakin Kalsel mampu menjadi penyangga pangan utama bagi bagi ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur (Kaltim) yang mengharuskan peningkatan produksi pertanian tanaman pangan secara signifikan.
“Produksi beras Kalsel kan selama ini mencapai 1,1 juta ton pertahun, itu pun kita sudah surplus sebesar 650 ribu ton. Ditambah dengan keberhasilan pafi apung ini kita akan pasok untuk kebutuhan IKN,” imbuhnya.
Diakuinya, investasi awal untuk system pertanian padi apung memang cukup besar, seperti untuk biaya pengadaan Styrofoam dan pot yang menjadi media tanam padi di atas air. Namun, ditegaskannya, biaya tinggi hanya dikeluarkan di awal, karena untuk tanam selanjutnya bisa dimanfaatkan media tanam yang lama.
“Kita tidak akan tinggal diam, bisa dianggarkan di APBD Kalsel atau bisa juga minta bantuan ke Kementerian Pertanian. Pa Menteri pasti support kok,” tambah Syamsir.
Sementara itu, Sekretais Dinas TPH Kalsel, Imam Subarkah yang menginisiasi system padi apung ini menjelaskan bahwa idenya muncul ketika melihat lahan rawa yang belum dimanfaatkan dengan maksimal untuk pertanian.
"Luas lahan pertanian di Kalsel 400 ribu hektare dan 20% adalah pertanian lahan rawa, di HSS dan HSS ini ada puluhan ribu hektar lahan rawa yang belum kita maksimalkan,” papar Imam.
Pengembangan padi apung ini menurutnya dilatarbelakangi kondisi lahan pertanian yang kerap terendam banjir yang tak kunjung surut, sehingga petani tidak bisa bercocok tanam.
“Lahannya ini terendam air selama hampir 8 bulan, sehingga warga di sini tidak dapat bercocok tanam. Jika kondisi ini tidak segera diatasi maka produksi padi Kalsel terancam dan kehidupan petani akan semakin sulit," kata Imam lagi.
Dijelaskannya, sistem padi apung hampir sama dengan pertanian hidroponik skala besar, yakni tanaman padi ditanam di dalam pot dan diletakkan terapung di atas air.
“Sama kaya hidroponik, tapi ini skala besarnya. Kami yakin ini akan berhasil,” pungkasnya.