Nagara, Sonora.ID – Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) dan Hulu Sungai Utara (HSU) Kalimantan Selatan (Kalsel) dikenal memiliki puluhan ribu hektar lahan rawa yang belum dimaksimalkan untuk pertanian.
Mengingat, selama ini petani di kedua kabupaten tersebut serta di daerah lainnya yang memiliki lahan rawa, hanya bisa bercocok tanam sekali sepanjang tahun, karena lahan pertaniannya terendam air.
Itu pun, para petani kerap harus gigit jari, karena padi yang mulai mengurai rusak akibat terendam banjir. Selain gagal panen, petani juga sering merasakan gagal tanam, karena lahan pertaniannya masih terendam air.
Adalah pertanian padi di atas air atau disebut padi apung, menjadi solusi yang ditawarkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel melalui Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) untuk mengatasi permasalahan yang menimbulkan kerugian besar para petani tersebut.
"Kita saat ini mengembangkan tanaman padi dengan sistem terapung. Pilot project ini sudah kita perlihatkan kepada menteri pertanian dan rencananya akan kita kembangkan secara luas di Kalsel," ujar Kepala Dinas TPH Kalsel, Syamsir Rahman, di sela-sela peninjauan proyek percontohan padi apung di Desa Paharangan dan Desa Hamayung, Kecamatan Daha Utara, Kabupaten HSS, pada Jum’at (10/06).
Baca Juga: Lumbung Desa dan Penggilingan Padi Desa Peniti Luar Diresmikan
Menurut Syamsir, system pertanian padi apung saat ini mulai dikembangkan di sejumlah daerah pertanian lahan rawa seperti Kabupaten Barito Kuala, HSS dan HSU dengan luas total 50 hektare.
“Kalau melihat perkembangan di sini (Paharangan) saya yakin akan berhasil system ini (system padi apung), kita akan perluas lagi kedepannya kita mulai 50 hektar dulu,” beber Syamsir.
Dijelaskan Syamsir, system panen padi apung ini bisa meningkatkan produksi padi di lahan rawa, dari hanya 4 ton menjadi 7 hingga 8 ton perhektar.
"Estimasi kita pertanian sistem apung justru bisa meningkatkan produksi hingga 7-8 ton per hektare. Sedangkan hasil panen padi di lahan rawa selama ini hanya 4 ton," ujarnya lagi.
Dengan adanya terobosan ini, Syamsir semakin yakin Kalsel mampu menjadi penyangga pangan utama bagi bagi ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur (Kaltim) yang mengharuskan peningkatan produksi pertanian tanaman pangan secara signifikan.
“Produksi beras Kalsel kan selama ini mencapai 1,1 juta ton pertahun, itu pun kita sudah surplus sebesar 650 ribu ton. Ditambah dengan keberhasilan pafi apung ini kita akan pasok untuk kebutuhan IKN,” imbuhnya.
Diakuinya, investasi awal untuk system pertanian padi apung memang cukup besar, seperti untuk biaya pengadaan Styrofoam dan pot yang menjadi media tanam padi di atas air. Namun, ditegaskannya, biaya tinggi hanya dikeluarkan di awal, karena untuk tanam selanjutnya bisa dimanfaatkan media tanam yang lama.
“Kita tidak akan tinggal diam, bisa dianggarkan di APBD Kalsel atau bisa juga minta bantuan ke Kementerian Pertanian. Pa Menteri pasti support kok,” tambah Syamsir.
Sementara itu, Sekretais Dinas TPH Kalsel, Imam Subarkah yang menginisiasi system padi apung ini menjelaskan bahwa idenya muncul ketika melihat lahan rawa yang belum dimanfaatkan dengan maksimal untuk pertanian.
"Luas lahan pertanian di Kalsel 400 ribu hektare dan 20% adalah pertanian lahan rawa, di HSS dan HSS ini ada puluhan ribu hektar lahan rawa yang belum kita maksimalkan,” papar Imam.
Pengembangan padi apung ini menurutnya dilatarbelakangi kondisi lahan pertanian yang kerap terendam banjir yang tak kunjung surut, sehingga petani tidak bisa bercocok tanam.
“Lahannya ini terendam air selama hampir 8 bulan, sehingga warga di sini tidak dapat bercocok tanam. Jika kondisi ini tidak segera diatasi maka produksi padi Kalsel terancam dan kehidupan petani akan semakin sulit," kata Imam lagi.
Dijelaskannya, sistem padi apung hampir sama dengan pertanian hidroponik skala besar, yakni tanaman padi ditanam di dalam pot dan diletakkan terapung di atas air.
“Sama kaya hidroponik, tapi ini skala besarnya. Kami yakin ini akan berhasil,” pungkasnya.