"Walaupun tekanan inflasi saat ini lebih bersifat demand side, namun kenaikan tersebut tetap harus diwaspadai dan dikelola, karena mempengaruhi daya beli masyarakat terutama pada kelompok masyarakat yang tidak mengalami peningkatan income atau tidak menikmati fenomena pemulihan ekonomi," tambahnya.
Provinsi Riau masih menghadapi risiko peningkatan tekanan inflasi hingga akhir tahun. Berdasarkan historisnya, Muhammad Nur melihat tekanan inflasi di Riau mengalami peningkatan pada periode Juni-Juli dan Oktober-November, dengan komoditas yang seringkali menyumbang tekanan inflasi diantaranya aneka cabai, bawang merah, daging ayam ras, telur ayam ras, dan minyak goreng.
Sementara itu, ia menambahkan jika dilihat secara disagregasinya, seluruh kelompok (volatile food, administered price, dan inti) memiliki risiko yang dominan mendorong tekanan inflasi.
Krisis pangan global serta defisit produksi di wilayah sentra lokal berisiko dapat mendorong inflasi keseluruhan tahun 2022 lebih tinggi dari sasaran target inflasi.
"Selain itu, masa pemulihan ekonomi mendorong peningkatan biaya produksi pada barang kebutuhan konsumsi masyarakat. Pengelolaan tekanan inflasi dari supply side dilakukan dengan memetakan sumber-sumber tekanan inflasi untuk beberapa sumber tekanan yang bersifat domestik sehingga TPID dapat menempuh langkah-langkah yang relevan untuk mengatasi kondisi tersebut sesuai dengan pelaksanaan tugas dari masing-masing OPD/Instansi," paparnya.
Sementara untuk pengelolaan tekanan inflasi yang bersumber dari faktor eksternal, Muhammad Nur mengungkapkan akan dilakukan dengan meningkatkan efektivitas komunikasi untuk menjaga ekspektasi dan permintaan masyarakat.
Beberapa poin rekomendasi yang turut disampaikan pada pertemuan tersebut, yaitu: (i) memperkuat kembali peran Tim Satgas Ketahanan Pangan di seluruh kota/kabupaten, utamanya terkait pemantauan pasokan dan harga serta kelancaran distribusi bahan pangan
strategis, sebagai penguatan basis data early warning inflasi daerah; (ii) mengusulkan kepada Pemerintah Provinsi terkait penugasan BUMD yang menangani bidang pangan sebagai instrumen pengendalian inflasi pemerintah, (iii) mendorong percepatan penugasan Bulog untuk distribusi komoditas pangan yang berpotensi mengalami peningkatan harga karena faktor eksternal, seperti tepung terigu dan pupuk; (iv) menjalin komunikasi kepada pihak-pihak tekait dan masyarakat mengenai jaminan keterjangkauan harga untuk mencegah terjadinya panic buying; dan (v) mendorong Pemda untuk segera menyalurkan bantuan sosial baik yang reguler (BLT, dana desa, dsb) maupun bantuan kepada UMKM untuk mengurangi beban rumah tangga yang tidak memiliki income tetap.
Pemprov Riau dalam hal ini juga mendorong perusahaan yang memiliki CSR untuk segera merealisasikan programnya.
"TPID Riau akan terus meningkatkan koordinasi bersama stakeholder terkait dengan melakukan pemantauan ketersediaan pasokan dan menjaga stabilitas harga bahan pangan secara berkesinambungan, agar tekanan inflasi dapat tetap terkendali hingga akhir tahun 2022," tutur Muhammad Nur.
Baca Juga: Penerimaan Pajak Riau Sampai Juni 2022 Capai 8,2 Triliun, DJP Riau: Ini Peningkatan dibanding 2021