BI RIAU: HLM TPID Provinsi Riau Sebagai Upaya Mengelola Tekanan Inflasi Tahun 2022

15 Juni 2022 10:05 WIB
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Riau mengalami inflasi sebesar 0,88% (mtm)
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Riau mengalami inflasi sebesar 0,88% (mtm) ( Khairani Fitri Kananda)

Riau, SOnora.ID - Pada bulan Mei 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Riau mengalami inflasi sebesar 0,88% (mtm), lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang sebesar 0,60% (mtm). 

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, Muhammad Nur menjelaskan bahwa Inflasi Riau pada bulan Mei utamanya bersumber dari kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran (nasi dengan lauk dan bakso siap santap), makanan minuman dan tembakau (bawang merah, daging ayam ras), serta transportasi (tarif angkutan udara). 

Baca Juga: Pergub Kerja Sama Media Jangan Sampai Hambat Penyebaran Informasi Melalui Radio

"Selain itu, tekanan inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh penurunan harga minyak goreng, cabai merah, semen, jengkol, dan cabai hijau. Dengan perkembangan tersebut, inflasi tahunan Riau pada Mei 2022 sebesar 4,51% (yoy), atau lebih tinggi dari bulan sebelumnya 3,68% (yoy)," jelasnya

Merespons perkembangan tekanan inflasi tersebut, TPID Provinsi Riau menyelenggarakan High Level Meeting (HLM) pada Selasa, 14 Juni 2022.

Agenda utama yang diangkat padapertemuan ini, yaitu Upaya Pengelolaan Tekanan Inflasi Tahun 2022. 

Pertemuan ini dibuka oleh Wakil Gubernur Riau, dan turut dihadiri oleh Asisten II Sekretariat Daerah Provinsi Riau; Pemerintah Kota/Kabupaten se-Provinsi Riau; Bank Indonesia; Dinas Perindustrian.

Baca Juga: Dukung Cegah Stunting, 4,7 Ton Ikan Hasil Pengawasan Impor Diserahkan KKP ke Pemprov Kepri

Perdagangan, Koperasi dan UMKM; Dinas Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura; Kanwil DJPb Provinsi Riau; Bulog Kanwil Riau Kepri; serta instansi stakeholder terkait lainnya.

Muhammad Nur menjelaskan, bahwa tekanan inflasi di Provinsi Riau dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor dominan, pertama adalah faktor yang bersifat fundamental yaitu pemulihan daya beli, dan kedua adalah faktor eksternal yang berasal dari peningkatan harga komoditas secara global. 

"Walaupun tekanan inflasi saat ini lebih bersifat demand side, namun kenaikan tersebut tetap harus diwaspadai dan dikelola, karena mempengaruhi daya beli masyarakat terutama pada kelompok masyarakat yang tidak mengalami peningkatan income atau tidak menikmati fenomena pemulihan ekonomi," tambahnya.

Provinsi Riau masih menghadapi risiko peningkatan tekanan inflasi hingga akhir tahun. Berdasarkan historisnya, Muhammad Nur melihat tekanan inflasi di Riau mengalami peningkatan pada periode Juni-Juli dan Oktober-November, dengan komoditas yang seringkali menyumbang tekanan inflasi diantaranya aneka cabai, bawang merah, daging ayam ras, telur ayam ras, dan minyak goreng.

Sementara itu, ia menambahkan jika dilihat secara disagregasinya, seluruh kelompok (volatile food, administered price, dan inti) memiliki risiko yang dominan mendorong tekanan inflasi. 

Krisis pangan global serta defisit produksi di wilayah sentra lokal berisiko dapat mendorong inflasi keseluruhan tahun 2022 lebih tinggi dari sasaran target inflasi. 

"Selain itu, masa pemulihan ekonomi mendorong peningkatan biaya produksi pada barang kebutuhan konsumsi masyarakat. Pengelolaan tekanan inflasi dari supply side dilakukan dengan memetakan sumber-sumber tekanan inflasi untuk beberapa sumber tekanan yang bersifat domestik sehingga TPID dapat menempuh langkah-langkah yang relevan untuk mengatasi kondisi tersebut sesuai dengan pelaksanaan tugas dari masing-masing OPD/Instansi," paparnya.

Sementara untuk pengelolaan tekanan inflasi yang bersumber dari faktor eksternal, Muhammad Nur mengungkapkan akan dilakukan dengan meningkatkan efektivitas komunikasi untuk menjaga ekspektasi dan permintaan masyarakat.

Beberapa poin rekomendasi yang turut disampaikan pada pertemuan tersebut, yaitu: (i) memperkuat kembali peran Tim Satgas Ketahanan Pangan di seluruh kota/kabupaten, utamanya terkait pemantauan pasokan dan harga serta kelancaran distribusi bahan pangan

strategis, sebagai penguatan basis data early warning inflasi daerah; (ii) mengusulkan kepada Pemerintah Provinsi terkait penugasan BUMD yang menangani bidang pangan sebagai instrumen pengendalian inflasi pemerintah, (iii) mendorong percepatan penugasan Bulog untuk distribusi komoditas pangan yang berpotensi mengalami peningkatan harga karena faktor eksternal, seperti tepung terigu dan pupuk; (iv) menjalin komunikasi kepada pihak-pihak tekait dan masyarakat mengenai jaminan keterjangkauan harga untuk mencegah terjadinya panic buying; dan (v) mendorong Pemda untuk segera menyalurkan bantuan sosial baik yang reguler (BLT, dana desa, dsb) maupun bantuan kepada UMKM untuk mengurangi beban rumah tangga yang tidak memiliki income tetap. 

Pemprov Riau dalam hal ini juga mendorong perusahaan yang memiliki CSR untuk segera merealisasikan programnya. 

"TPID Riau akan terus meningkatkan koordinasi bersama stakeholder terkait dengan melakukan pemantauan ketersediaan pasokan dan menjaga stabilitas harga bahan pangan secara berkesinambungan, agar tekanan inflasi dapat tetap terkendali hingga akhir tahun 2022," tutur Muhammad Nur.

Baca Juga: Penerimaan Pajak Riau Sampai Juni 2022 Capai 8,2 Triliun, DJP Riau: Ini Peningkatan dibanding 2021

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm