Jakarta,Sonora.Id - Tingginya harga komoditas termasuk minyak mentah membuat harga BBM maupun LPG di pasaran terkerek naik. Dengan masih banyaknya impor BBM maupun LPG, keuangan negara hampir dipastikan terbebani karena pemerintah menambah kuota BBM subsidi dan penugasan. Solusi efektif menekan beban keuangan negara adalah penyaluran subsidi BBM tepat sasaran.
Salah satu cara mengendalikan penyaluran BBM subsidi dan penugasan yakni Solar dan Pertalite dengan memanfaatkan teknologi melalui aplikasi MyPertamina. Hal ini dilakukan karena pemerintah dan Pertamina masih konsisten mempertahankan harga BBM jenis Solar dan Pertalite serta LPG 3 Kg tidak naik di tengah harga minyak mentah global yang terus bertahan di atas U$ 110 per barel. Padahal sejumlah badan usaha domestik-- termasuk juga di luar negeri—menaikkan harga BBM, jauh di atas harga BBM subsidi dan BBM nonsubsidi yang dijual Pertamina.
Demikian benang merah dari empat narasumber yang hadir pada webinar Generating Stakeholders Support for Achieving Effectiveness of Fuel and LPG Subsidies yang digelar secara virtual di Jakarta, Rabu (29/6).
Hadir sebagai pembicara Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo, Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman, Direktur Pemasaran Regional PT Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra, dan pengamat BUMN Toto Pranoto.
Yustinus mengatakan subsidi seharusnya diberikan kepada orang yang membutuhkan bukan kepada produk (barang) sehingga lebih tepat sasaran. Ini membutuhkan proses panjang terkait database yang mumpuni sehingga subsidi juga lebih efisiens.”Itu bicara dalam konteks normal. Saat ini situasi tidak normal,” kata Yustinus.
Menurut Yustinus, hingga akhir 2021 tidak pernah diramalkan perang akan terjadi antara Rusia dan Ukraina. Selain itu, tidak akan ada lonjakan harga tajam terkait komoditas termasuk minyak bumi dan dinamika kebijakan moneter di Amerika Serikat.
“Ini jadi background kenapa pemerintah dan DPR tetap mempertahankan subsidi dan kompensasi dalam rangka keselamatan rakyat itu hukum tertinggi. Terlepas diskusi dll kita fokus ke perlindungan masyarakat itulah sebabnya APBN diupayakan jadi shock absorber,” ujarnya.
Tahun ini alokasi subsidi dengan asumsi harga ICP US$100 per barel sebesar Rp74,9 tiliun dan kompensasi Rp324,5 triliun. Sementara yang akan dibayarkan tahun ini alokasi anggaran yang disiapkan Rp275 triliun bergantung pada perkembangan harga global. Jika harga ICP di atas US$100 per barel atau dibawah, lanjut Yustinus, subsidi dan kompensasi akan disesuaikan. “Dalam jangka pendek, prinsipnya pemerintah mau dukung,” katanya.
Saleh Abdurahman memproyeksikan kuota Solar dan Pertalite tahun ini akan habis pada September atau Oktober 2022 jika tidak ada tindakan. Berdasarkan data BPH Migas, hingga 20 Juni 2022 realisasi penyaluran Solar mencapai 51,24% dari kuota tahun ini 15,1 juta Kiloliter (KL). Sedangkan realisasi penyaluran Pertalite mencapai 57,56% dari kuota sebelumnya yakni 23,05 juta KL.
Saleh berharap sistem yang dibangun oleh Pertamina melalui MyPertamina bisa menjadi jalan keluar untuk bisa mengatur penyaluran subsidi. BPH Migas akan mengawal sistem MyPertamina.
“Bila seseorang sudah mengisi hari ini misalnya 60 liter itu, itu dia tidak bisa pergi ke SPBU lain sehingga konsumen betul-betul terkontrol. Kami juga terbitkan surat rekomendasi JBT (Jenis Bahan Bakar Tertentu) solar agar ada pengawasan kuat,” ujar dia.
Mars Ega Legowo menuturkan Pertamina sebagai badan usaha penugasan mempunyai tanggung jawan secara korporasi untuk jalankan tugas dengan baik. BBM produk subsidi ini harga diatur dan volume diatur. Subsidi sebenarnya sudah mengalami beberapa kali transformasi dari sebelumnya selling out dihitung sejak BBM keluar dari terminal Pertamina kini dihitung sampai BBM diterima ke masyarakat.
Baca Juga: Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut Jamin Ketersediaan Avtur untuk Penerbangan Haji
“Ternyata seiring perkembangan waktu, itu tidak cukup. Kita diminta kepada siapa itu disalurkan. Ketika tuntutannya kepada siapa, di situ kita kembangkan digitalisasi terhubung langsung ke end user, disitu kami kembangkan MyPertamina,” jelas Ega.
Menurut Ega, tanggal 1 Juli 2022 adalah tahap registrasi bagi masyarakat kalangan bawah yang akan menggunakan Pertalite dan Solar, bukan merupakan pembatasan. Data akan dikoordinasikan untuk tahap awal belum ada verifikasi. Pertamina masih mencocokkan unggahan STNK, pelat nomor kendaraan, foto kendaraan, dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang diunggah warga.
“Nanti akan dicocokan benar nggak kendaraan ini dll. Belum validasi data itu valid atau belum kami baru gathering data kalau cocok, approve nanti masyarakat dapat QR Code melalui email,” jelas Ega.
Menurut Toto Pranoto, subsidi yang besar membuat tidak hanya berdampak bagi negara tapi juga Pertamina. Kenaikan harga minyak global berdampak signifikan terhadap biaya pokok penjualan (cost of sales & operating expenses) Pertamina sehingga mengalami kenaikan signifikan mencapai 41%.
“Dari sudut pandang Pertamina, piutang PSO perusahaan juga relatif besar, yaitu Rp5,87 trilliun sepanjang 2021 sehingga inisiatif pengurangan subsidi dapat mengurangi piutang PSO,” ujar Toto.