Banjarbaru, Sonora.ID - Angka perkawinan anak di Kalimantan Selatan (Kalsel) hingga saat ini masih masuk dalam kategori yang mengkhawatirkan.
Meminjam data Badan Pusat Statistik (BPS) Kalsel, pada tahun 2017 dan 2019 lalu, perkawinan anak di bawah umur di provinsi dengan ibu kota Banjarbaru ini berada di posisi paling tinggi secara nasional.
Setelah sempat berada di posisi ke-6 tertinggi se Indonesia pada 2020, angka pernikahan dini di Kalsel naik 2 tingkat ke posisi 4 pada tahun 2021.
Tahun lalu, data jumlah usia pengantin di bawah 19 tahun di Kalsel mencapai 1.232 kasus atau 15,30 persen dari jumlah pernikahan yang tercatat di BPS.
Dari jumlah kasus pernikahan dini tersebut, korban terbanyak adalah anak perempuan dengan 81 persen.
"Ini jadi PR kita yang harus diselesaikan bersama, sesuai dengan arahan dari Gubernur Kalsel untuk mendukung visi misi Pemerintah Provinsi Kalsel mewujudkan SDM berkualitas" kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kalsel, Adi Santoso di sela-sela kegiatan Review Rencana Aksi Daerah (RAD) percepatan penanganan pernikahan anak di Kalsel, di Banjarbaru, pada Rabu (29/06).
Adi menjelaskan, salah satu penyebab utama masih banyaknya pernikahan anak di Kalsel yakni banyaknya jumlah anak-anak yang putus sekolah.
Baca Juga: Memulai Proyek Jembatan Kembar Banjarmasin, Bagaimana dengan Lahan?
Oleh karena itu, pihaknya bersama stakeholder terkait akan menyusun strategi untuk menekan jumlah anak-anak yang putus sekolah dengan memberikan fasilitas pendukung guna memenuhi kesulitan masyarakat dalam mendukung anaknya bersekolah.
"Ini adalah salah satu persolan yang harus kita tuntaskan, karena berdasarkan data, sebagian besar pernikahan anak dibawah umur terjadi pada anak-anak yang putus sekolah. Jika permasalahan ini tidak kita selesaikan maka kasus pernikahan anak di Kalsel akan terus terjadi" tutur Adi.
Melalui review RAD ini, pemerintah daerah diharapkan mempunya strategi jitu untuk mengatasi akar permasalahan kasus perkawinan anak di Kalsel.
"Jangan sampai kita menyusun program, tetapi tidak tepat sasaran," bebernya.
Ditambahkannya, upaya lain percegahan pernikahan anak adalah dengan melakukan optimalisasi kapasitas anak, menciptakan lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak.
"Kita juga akan memberikan aksebilitas dan perluasan layanan terhadap anak, serta penguatan regulasi dan kelembagaan yang mengatur pernikahan," lanjutnya.
Selain itu, lanjut Adi, peran dari masyarakat, lingkungan keluarga, dan tokoh masyarakat atau agama juga sangat penting dalam mensukseskan program yang kita susun.
"Kami optimis dengan kerja bersama-sama kita dapat menurunkan angka perkawinan anak di Kalsel. Untuk itu" pungkasnya," imbuhnya.
Baca Juga: Beli Migor Curah Pakai PeduliLindungi, Disdag Kalsel: Tak Perlu Resah
Saat membacakan sambutan Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor pada kegiatan Review RAD percepatan penanganan pernikahan anak, Staf Ahli Gubernur Bidang Hukum dan Politik, Sulkan meminta kepada DP3A Kalsel bersama stakeholder terkait untuk mengoptimalkan Rancangan Aksi Daerah (RAD).
Sulkan mengatakan, Gubernur Kalsel menginginkan agar upaya yang tertuang dalam RAD ini bisa segera dilakukan secara sistematis dan terpadu.
"RAD ini harus dioptimalkan oleh seluruh SKPD agar dampak pernikahan anak bisa dicegah sedini mungkin. Saya tidak ingin lagi Kalsel menjadi provinsi penyumbang perkawinan tertinggi di Indonesia" tegasnya.
Sulkan menjelaskan, berdasarkan data dari 2017 hingga 2021 kasus perkawinan anak di Kalsel bergerak cukup fluktuatif, bahkan pada periode tersebut posisi sempat menempati urutan pertama kasus perkawinan anak di Indonesia.
"Untuk itu keseriusan dalam penanganan ini harus segera dilakukan, apalagi penanganan perkawinan anak ini sudah jadi bagian dari program kerja prioritas Pemerintah Provinsi Kalsel dalam rangka pembentukan SDM yang berkualitas" tuturnya.
Dia pun meminta kepada DP3A Kalsel dan kabupaten/kota, serta stakeholder terkait agar upaya penerapan RAD ini lebih difokuskan pada daerah dengan kasus perkawinan anak yang masih tinggi.
"Jika tidak kita tangani dengan baik nantinya akan memberikan dampak besar kepada masyarakat, bahkan dapat meningkatkan angka kematian pada ibu dan juga angka kelahiran anak stunting. Selain itu juga dapat memicu konflik atau kerentanan berkeluarga karena emosi yang belum stabil" pungkasnya.
Baca Juga: Tambahan Modal Bank Kalsel Disetujui Rp291M, Pengesahan Bulan Depan