Banjarmasin, Sonora.ID – Penolakan terhadap sejumlah pasal yang dinilai kontroversial dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terus disuarakan oleh berbagai kalangan masyarakat, khususnya mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di tingkat pusat maupun daerah.
Sikap yang sama juga disuarakan oleh massa gabungan dari BEM se-Kalimantan Selatan yang pada Rabu (06/07) sore lalu, menggelar aksi unjuk rasa di sekitar Gedung DPRD Provinsi di Jalan Lambung Mangkurat, Banjarmasin.
Tuntutannya sama, yakni mendesak pemerintah dan DPR RI untuk membuka draf terbaru RKUHP yang saat ini dilanjutkan kembali pembahasannya setelah sempat terhenti di tahun 2019 silam karena mendapat banyak penolakan.
Selain itu, pemerintah dan DPR RI juga didesak untuk membahas secara terbuka sejumlah pasal yang dinilai blunder dan justru berpotensi merugikan masyarakat jika diterapkan.
Baca Juga: Tinjau Kunjungan di Lapas Banjarmasin, Kerinduan Tak Terbendung
Seperti pasal tentang Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden, yang dinilai berpotensi mencederai demokrasi karena pemerintah berpeluang untuk anti-kritik.
Menanggapi besarnya penolakan dari banyak kalangan dan aksi unjuk rasa yang digelar kemarin, Anggota DPRD Kalimantan Selatan, Karlie Hanafi Kalianda mengungkapkan masih ada opsi untuk melakukan uji materiil terhadap pasal-pasal yang dinilai akan merugikan masyarakat jika diterapkan.
“Kita juga membahas dan mengkritisi pasal-pasal yang bermasalah,” tutur Karlie yang juga dosen hukum di salah satu perguruan tinggi di Kota Banjarmasin itu.
Ia menilai tidak mungkin untuk menolak RKUHP secara utuh, tapi hanya pasal-pasal tertentu.
Baca Juga: Tolak Pembahasan RKUHP, BEM se-Kalsel Demo di Depan DPRD Provinsi
Tentunya pembahasan juga harus menggandeng para pakar hukum pidana, untuk memutuskan apakah berpotensi merugikan masyarakat atau tidak.
Dari hasil pembahasan itu, baru nantinya dapat dilakukan usulan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi jika memang ditemukan potensi kerugian.
“Jadi masih ada celah sebenarnya, meskipun draf tersebut diundangkan, tapi masih bisa uji materiil,” tambahnya lagi.
Di sisi lain, Karlie menilai rencana pemerintah membahas RKUHP untuk menyempurnakan dasar hukum pidana di Indonesia, yang selama ini hampir seluruhnya merupakan warisan pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
Hal itu juga sejalan dengan tujuan awal pembahasan RKUHP yang diungkapkan Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna Laoly, pada tahun lalu, yakni untuk menata kembali aturan hukum yang baru karena KUHP warisan kolonial Belanda telah berkembang secara masif dan banyak menyimpang dari azas hukum pidana umum.
Baca Juga: Saling Melepas Rindu, Kunjungan di Lapas Kelas IIA Banjarmasin
Dikutip dari laman Kompas.com, draf terbaru RKUHP sudah diserahkan kemarin oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy OS Hiariej kepada Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Pangeran Khairul Saleh, bertepatan dengan rapat bersama dua lembaga tersebut.
Total ada 14 pasal isu krusial yang akan dibahas terlebih dahulu sebelum pembahasan naik ke tahapan selanjutnya, yaitu hukum yang hidup di masyarakat, pidana mati, penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden.
Lalu ada pidana karena memiliki kekuatan gaib, dokter gigi yang melaksanakan tugas tanpa izin, unggas dan ternak yang merusak pekarangan dan penghinaan terhadap pengadilan.
Kemudian juga terkait dengan penodaan agama, penganiayaan hewan, penggelandangan, aborsi, perzinahan, kohibitasi dan perkosaan dalam perkawinan.