Medan, Sonora.ID - Setelah Idul Adha ini, harga kebutuhan masyarakat di SUMUT bukan berarti lantas akan turun. Fakta menunjukan data inflasi di SUMUT dalam 3 bulan terakhir itu dalam tren naik.
"Sejak Ramadhan hingga Idul fitri sekalipun, tren harga di SUMUT belum pernah beranjak turun. Tidak ada jeda waktu dimana harga terlihat berhenti naik atau mengalami penurunan," jelas Benjamin selaku pengamat dan Ketua Tim Pantau Bahan Pangan Sumut, di sela wawancaranya bersama rekan media.
Ia menambahkan, Harga cabai merah di Sumatera Utara terpantau masih bertahan mahal hingga perayaan Idul Adha tahun ini. Dari pantauan dilapangan, harga cabai merah masih berada di angka 100 ribuan untuk yang kualitas bagus.
"Sementara untuk harga cabai yang lebih jelak masih diisaran 80 ribuan per kg. Dan dari hasil pantauan di lapangan selama perayaan idul adha, sejumlah harga kebutuhan masyarakat masih belum banyak yang berubah," katanya.
"Besaran inflasi di bulan April yang sebesar 0.44%, Mei 0.74% hingga Juni yang naik 1.4%. Ini menunjukan tren harga dalam 3 bulan terakhir kerap naik. Jadi kalau menduga-duga bahwa harga panagn setelah idul Adha akan turun, itu pernyataan yang sifatnya spekulatif saja. Karena pada dasarnya SUMUT masih menghadapai sejumlah masalah fundamental yakni kenaikan biaya input produksi, salah satunya dipicu oleh kenaikan harga pupuk," ungkap dia.
Baca Juga: Presiden Jokowi dan Gubernur Sumut Tinjau lnfrastruktur Kepulauan Nias
Benjamin menerangkan, Namun masalah terbesarnya bukan disitu. Secara fundamental SUMUT itu pada dasarnya mampu memenuhi sejumlah kebutuhan komoditas pangannya secara mandiri.
Salah satunya adaah cabai. Tetapi yang menjadi persoalan selanjutnya adalah wilayah yang bersebelahan dengan SUMUT yakni Provinsi Riau, Batam, maupun Jambi kerap membeli cabai dari wilayah SUMUT,"ungkapnya.
Menurutnya, jika semua cabai yang ada di SUMUT itu dijual semuanya untuk warga SUMUT, seharusnya harga cabai merah saat ini hanya berada dalam rentang 40 hingga 50 ribu per Kg. Tidak harus mencapai 100 ribuan per Kg seperti sekarang.
"Jadi mahalnya harga cabai belakangan ini lebih dipicu oleh masalah eksternal Sumatera Utara (Riau dan sekitarnya),"katanya.
Sementara itu, dari sisi lainnya dari sejumlah kebutuhan pangan, SUMUT hanya kekurangan pasokan untuk bawang merah dan bawang putih dan daging sapi (sapi potong bakalan).
Baca Juga: Presiden Jokowi Tinjau Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan Didampingi Kapolda Sumut
Untuk bawang merah selama ini SUMUT memang bergantung pada bawang merah dari jawa. Sementara bawang putih dan daging sapi didominasi oleh impor.
"Sementara beras, telur ayam, daging ayam, minyak goreng, pasokan kita masih sangat mumpuni. Secara keseluruhan saya melihat harga kebutuhan pangan di bulan Juli masih berpeluang untuk turun,"jelasnya lagi.
Namun, Kalau berkaca pada inflasi, SUMUT di bulan Juli ini berpeluang untuk mencetak deflasi. Saya melihat ada kecenderungan seperti itu. Walaupun kemungkinan inflasi masih juga berpeluang terjadi karena masih ada penyesuaian tarif listrik dan harga enerji. Namun Agustus maupun September ini peluang deflasinya besar.
Sementara Oktober berpeluang untuk mencetak keduanya (inflasi/deflasi). Pada bulan November dan Desember ini peluang mencetak inflasinya lebih terlihat sejauh ini.
Dengan catatan, bahwa di 6 bulan terakhir hingga tutup tahun 2022. Kita hanya berhadapan dengan persoalan cuaca.
Dengan asumsi tidak ada penyesuaian kenaikan harga enerji lagi. Dan tidak ada huru hara di belahan Negara lain di dunia. Yang kita kuatirkan adalah meluasnya perang, yang bisa mengganggu supply chain dan bisa memicu terjadinya kenaikan pada sejumlah komoditas enerji dan pangan dunia,"tutupnya.