Lagu andalan di album ini berjudul sama dengan nama album, memuat pilihan kata yang jarang digunakan, karena dipadukan dengan bahasa Jawa yang dinyanyikan oleh pelaku macapat bernama Peni Candra Rini.
Kemudian ada ada pula padanan yang tersusun cukup gamblang seperti “Berdikari” maupun “Rasarasanya”, hingga yang dibalut ambiguitas pada “Daun Surgawi” juga “Asmara”.
Ardhito mengungkap jika album ini berisikan isi hati yang telah terjadi padanya belakangan ini.
“Album ini adalah keresahan, penyesalan, keindahan, dan hal-hal yang terjadi di beberapa tahun belakangan,” katanya.
“Lewat album ini, sekiranya gue ingin melampiaskan dan memotret beberapa kejadian yang terjadi.” tuturnya lagi.
Ardhito mengatakan jika album ini sangat pekat dengan nuanasa pop Indonesia periode empat hingga lima dekade silam.
Wijayakusuma adalah cerminan eksperimen Keenan Nasution, Margie Segers, Chrisye, Rafika Duri, Dian Pramana Poetra, Rien Djamain, Utha Likumahuwa, hingga Candra Darusman.
Baca Juga: Comeback, The Brownsu Rilis Single Terbaru Berjudul 'Empat Mata'
Ia berada di spektrum pop dengan kekayaan ala chamber, autentik milik Indonesiana, juga sarat alun selayaknya jazz. Upaya eksplorasi ini Ardhito lakukan bersama produser Gusti Irwan Wibowo, Erikson Jayanto, dan Hezky Y.H. Nainggolan.
“Sepertinya album ini menjadi album yang 30 tahun sekali gue rilis,” kata Ardhito terkait pengalamannya menggarap Wijayakusuma.
“Karena sejujurnya gue tidak tahu kapan gue bisa membuat lagu-lagu seperti ini lagi. Kesempatannya cuma sekali dalam 30 tahun. Seperti kebetulan yang terjadi ketika orang sedang bermain jazz, kebetulan itu tidak akan terulang kembali,” pungkasnya.