Dengan datangnya Covid di awal 2020, kata Darwan, harga batu bara jatuh dan ekspor pun ditutup karena sejumlah negara importir besar, seperti China dan India, sedang lock down.
“TIE tidak sanggup lagi membayar angsuran pokok. Tetapi angsuran bunga masih dibayarkan terus setiap bulan sampai kuartal III/2020,” ungkap Darwan.
“Penjualan aset yang tidak disetujui dan tidak teriadi, serta rencana IPO yang berantakan membuat kondisi perseroan pada 2020 sangat sulit,” imbuhnya.
Dalam kondisi tersebut, kata Darwan, manajemen TIE mulai menunjuk konsultan untuk membantu mengatasi kesulitan perseroan serta membantu membuat program restrukturisasi yang “bear”.
“Sedangkan para lenders setuju untuk mengangkat konsultan untuk kepentingan mereka,” ucap Darwan.
Di tengah proses itu, sebut Darwan, pada kuartal III/2020 TIE mengajukan program relaksasi ke kreditur sindikasi yaitu permohonan untuk tidak membayar bunga dan tidak membayar pokok selama 3 bulan. “Sambil menunggu hasil program restruskturisasi hutang secara keseluruhan,” lanjutnya.
Darwan menambahkan, dalam operasional sehari-hari semua revenue dari TIE dan anak usahanya di-“trap” di akun Bank Mandiri.
“Masalah utama yang terjadi adalah setiap revenue yang masuk akan dipotong sebesar 21% baru sisanya di lepas ke akun operational. Tujuan pemotongan ini adalah untuk nantinya membayar bunga dan angsuran pokok,” ujar Darwan.
Dalam situasi usaha yang sulit, kata Darwan, pemotongan ini menjadi jelas sangat memberatkan perseroan. Dia menjelaskan, TIE yang tadinya bisa menambah pendapatan dengan trading atau beli batu bara di mulut tambang menjadi kesulitan.
“Karena dengan kondisi Covid profit turun drastis, dan cash jadi short,” tuturnya.