Makassar, Sonora.ID - Pengembangan ekonomi syariah terus didorong kantor perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Selatan.
Langkah ini diambil karena diyakini menjadi sumber baru untuk perekonomian. Terlebih, kondisi saat ini tertekan sebagai dampak pandemi Covid 19.
"Kita perlu ekonomi baru itu syariah, pangsa baru untuk meningkatkan perekonomian dan mempercepat pemulihan ekonomi," kata Edwin Permadi, Deputi Direktur BI Sulsel.
Hal itu disampaikan saat mengisi siaran Podcast SmartFM pada Rabu, (27/7/2022). Salah satu upaya pengembangan dengan menggelar Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Kawasan Timur Indonesia (KTI) 2022.
Dia menyadari butuh keterlibatan semua pihak. Olehnya, festival ini mengusung tema Sinergi Ekonomi dan Keuangan Syariah untuk Memperkuat Pemulihan Ekonomi KTI yang inklusif.
Baca Juga: BI Bersinergi Membangun Ekonomi dan Keuangan Syariah di Sumatera Selatan
"Besok opening ceremony di Claro Hotel. Hadir dari deputi Gubernur BI, Aida S. Budiman dan Gubernur Sulsel, Sudirman Sulaiman," jelasnya.
Edwin menjelaskan, event menyajikan beragam forum diantaranya talkshow syariah, edukasi dan sosialisasi.
Targetnya, meningkatkan literasi keuangan syariah terhadap masyarakat. Sejauh dianggap rendah lantaran progres baru 20 persen secara nasional.
"Itu berarti dari lima orang baru satu yang ketahui. Forum bisa tanya jawab, terbagi ada virtual dan offline atau hybrid. Itu webinar talkshow itu dari kota lain juga gelar tapi kota undang masyarakat tentang pengetahuan," sambungnya
Rangkaian lainnya yaitu pameran UMKM mitra bank sentral. Diyakini akan berlangsung meriah seiring diikuti produk dari 18 provinsi di Indonesia Timur.
"Pameran produk UMKM di TSM gratis bukan cuman dari Sulsel tapi 18 provinsi Kalimantan, seluruh Sulawesi, Bali, Nusa dan lainnnya," jelasnya.
Lebih lanjut Edwin Permadi memaparkan, ekonomi syariah tidak terbatas pada agama dan keyakinan. Saat ini, mulai diminati warga eropa lantaran konsen terhadap kesehatan.
Baca Juga: Semakin Menjalar ke Asuransi, Apa Itu Ekonomi Syariah dan Apa Keuntungannya?
Mereka menganggap karena memiliki label halal, produk tentu higienis dan aman untuk dikonsumsi.
"Indonesia baru di posisi empat kita kalah dari Malaysia, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Kalau Singapura itu nomor satu industri halal, padahal bukan muslim,"
"Kita umat muslim terbesar di dunia, tentu kita tidak mau hanya sebagai konsumen tapi harus juga sebagai produsen," sambungnya.
Dia menambahkan perkembangan ekonomi syariah secara global juga terus meningkat. Saat ini, banyak negara nonmuslim sudah mempraktikan sistem keuangan syariah yang bersifat inklusif, seperti Inggris.
"Kalau kita lihat saat ini perkembangan keuangan syariah dari literatur global ekonomi syariah. Karena potensinya besar, Inggris saat ini mencoba memiliki keuangan syariah terbaik di dunia," tutupnya.