Tragedi Kudatuli berawal dari dualisme yang terjadi di kepengurusan PDI saat itu karena ada dugaan intervensi pemerintah.
Di mana 16 fungsionaris partai memisahkan diri dan menggelar kongres tandingan di Medan, Sumatera Utara, serta tidak mengakui kepemimpinan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum.
Padahal berdasarkan hasil kongres di Surabaya, Jawa Timur pada 1993, Megawati terpilih sebagai Ketua Umum PDI. Sementara hasil kongres tandingan yang digelar tiga tahun berikutnya, justru memilih Soerjadi sebagai Ketua Umum.
Kondisi itu menjadi penyebab dari berbagai insiden hingga akhirnya terjadi penyerangan pada 27 Juli 1996 yang memperebutkan kantor PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat. Bentrokan antara kedua kubu tidak dapat dihindari yang berujung pada kerusuhan dan timbulnya korban jiwa serta kerusakan fasilitas umum di sekitar kawasan tersebut.