Bali, Sonora.ID - Mata uang digital menjadi bahasan menarik pada Event Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia 2022 yang juga masuk pada rangkaian G20 Side Event Finance Track di Bali pada 12 Juli 2022 kemarin.
Adapun faktor pendorongnya adalah adanya ancaman penurunan penggunaan uang tunai, serta peningkatan popularitas cryptocurrency, seperti bitcoin.
Kondisi ini juga memaksa bank sentral di berbagai negara untuk berpikir ulang tentang peluang dalam merilis uang digital.
Di mana, penerbitan mata uang digital oleh sebuah bank sentral bisa disebut Central Bank Digital Currency (CBDC). Berkaitan dengan hal tersebut Bank Indonesia (BI) juga akan segera meluncurkan uang digital bank sentral atau Central Bank Digital Currency (CBDC).
Rupiah digital yang akan dibuat dan diluncurkan adalah sebuah rangkaian untuk menjajaki makin maraknya aset kripto yang tumbuh pesat beberapa tahun belakangan ini di berbagai belahan dunia. Tapi, dalam perwujudannya, juga diperlukan perhatian dalam menakar dan meminimalisir risiko yang mungkin terjadi.
Baca Juga: OJK: Bulan Fintech Nasional, Momentum Tingkatkan Pemahaman Masyarakat Akan Layanan Keuangan Digital
1. Dasar Eksplorasi Penerbitan CBDC
Dilansir dari website resmi Bank Indonesia (BI), eksplorasi dari penerbitan CBDC sendiri dilakukan berdasarkan enam tujuan, sebagai berikut:
Selain itu, penerbitannya juga harus memperhatikan 3 hal, seperti:
2. Persayaratan uang digital efektif
Menanggapi hal tersebut, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira beranggap dan menilai, rupiah digital muncul sebagai kekhawatiran akan penggunaan mata uang kripto di Indonesia yang meningkat.
Namun menurut Bhima, penggunaan mata uang kripto tersebut dapat juga mengancam stabilitas di sektor keuangan. Bhima menyebutkan dengan adanya sejumlah syarat agar penggunaan rupiah digital bisa lebih efektif.
Pertama, menurutnya yang harus pemerintah lakukan adalah memblokir total mata uang kripto, maka CBDC hanya satu-satunya hanyalah mata uang yang sah, yaitu Rupiah digital.
Selain itu, yang kedua adalah pemerintah harus bisa menjamin protokol keamanan data dan keamanan platform dalam mencegah aksi spekulasi rupiah digital. Yang menurut Bhima, perencanaan rupiah digital memang harus sangat matang.
Sebab hal itu akan mempertaruhkan juga kredibilitas otoritas moneter dan kurs rupiah. Ketiga, adanya interoperabilitas, yaitu rupiah digital yang bisa digunakan lintas negara dan lintas platform digital.
3. Nasib Uang Konvensional dan Bentuk Uang Digital
Walaupun, nantinya rupiah digital resmi diluncurkan dan dipergunakan secara luas oleh masyarakat, penerbitan rupiah digital tidak akan menghilangkan peredaran uang tunai.
Di mana, uang tunai tetap ada seperti biasanya karena rupiah digital nantinya juga tidak akan jauh berbeda dengan uang elektronik.
Di mana, perbedaan utamanya hanya terletak pada lembaga penerbitnya. Seperti, CBDC akan diterbitkan oleh BI, sedangkan uang elektronik akan diterbitkan oleh bank umum, dan dompet digital akan diterbitkan oleh lembaga non-bank, sehingga rupiah digital akan memiliki kelebihan dibanding lainnya, yaitu risiko yang lebih kecil dibanding uang elektronik, karena risiko kredit bank sentral akan lebih rendah dibandingkan lembaga atau instansi lainnya.