Namun, Salah satu kasus yang paling marak di masyarakat adalah teror dari pinjol ilegal. Selain bunga pinjaman yang sangat tinggi, pinjol ilegal juga kerap mengancam bahkan mengintimidasi konsumen untuk membayar cicilan ketika melewati tanggal jatuh tempo.
Hal tersebut tidak hanya dilakukan kepada orang yang mengajukan pinjaman, namun juga kepada keluarga, rekan kerja, atau relasi lainnya yang terdapat di kontak perangkat telepon konsumen.
“Pinjol ilegal bisa mengakses info kontak dari HP saudara dan bila ada pinjaman yang bermasalah maka pesan itu secara otomatis akan disebar kepada kontak yang terdapat di HP saudara,” jelasnya.
Disamping itu, Kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan materi mengenai Discovering Money oleh Kepala Sub Bagian Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Raya D Theresia.
Raya mengawali pemaparan dengan pengenalan mengenai perilaku impulsive buying dan pentingnya literasi keuangan agar masyarakat dapat mengetahui bagaimana menaikkan pendapatan, bagaimana memastikan pengeluaran bisa dipenuhi dari uang yang ada, dan bagaimana agar
“Kalau dulu harbolnas (hari belanja online nasional) itu hanya sekali dalam setahun, 12-12, sekarang ini harbolnas setiap tanggal bulan kembar. Jadi, para ibu-ibu digoda 12 kali alias setiap gajian untuk melakukan impulse buying,” kata Raya.
Sementara, Dengan banyaknya skema kredit/pembiayaan yang ditawarkan oleh pihak jasa keuangan, masyarakat harus lebih berhati-hati dalam memilih skema yang cocok bagi kondisi keuangan masing-masing.
“Hal pertama yang perlu ibu-ibu pikirkan, apakah ada rencana pelunasan, ambil skema take over ke bank lain, atau top up pinjaman? Kalau ada, hindari skema cicilan dengan alokasi bunga yang sangat besar di awal agar pokok yang tersisa tidak besar ketika mau melakukan pelunasan dipercepat,” tutupnya.
Baca Juga: OJK: Perkembangan Industri Perasuransian di Sumut Kondisinya Cukup Baik