Sonora.ID - Badai matahari telah menghantam bumi tanpa peringatan, hal ini telah terjadi tepat sebelum tengah malam UTC pada tanggal 25 Juni dan berlanjut hingga tanggal 26 Juni lalu. Hal ini
memungkinkan berpotensi mengganggu sinyal internet.
Peristiwa ini juga mengejutkan para ilmuwan, badai matahari ini diklasfikasikan sebagai salah satu badai kelas G1. Selain itu, fenomena badai Matahari yang masih menghantam Bumi pada hari Rabu (3/8/2022) juga menimbulkan beberapa gangguan jaringan, seperti listrik dan internet.
Hal ini dikutip dari Live Science, pada Selasa (2/8/2022), bahwa badai Matahari ini dapat menyebabkan adanya angin Matahari dengan kecepatan tinggi yang berasal dari lubang di atmosfer Matahari, sehingga mengenai medan magnet Bumi dan memicu geomagnetik kelas G1.
Dengan adanya pernyataan tersebut, menyebutkan bahwa badai matahari juga cukup kuat untuk membuat sebuah fluktuasi jaringan listrik yang lemah dan menyebabkan dampak kecil terhadap operasi satelit, serta menyebabkan aurora yang cukup kuat.
1. Fenomena Badai Matahari
Dalam pengamatan peramal cuaca di Space Weather Prediction Center (SWPC) atau Pusat Prediksi Cuaca Antariksa telah memprediksi bahwa bahan gas yang terjadi dari fenomena badai Matahari ini mengalir dari lubang selatan di atmosfer Matahari.
Lubang selatan pada atmosfer Matahari ini disebut dengan lubang koronal, yaitu area di atmosfer atas matahari, di mana plasmanya lebih dingin dan kurang padat. Lubang-lubang ini juga merupakan tempat dari garis-garis medan magnet matahari.
Serta, pancarannya tidak berputar kembali ke dalam Matahari, tapi malah akan memancarkan sinarnya ke luar angkasa. Fenomena ini memungkinkan material Matahari untuk bisa keluar ke arus deras yang bergerak dengan kecepatan sampai 1,8 juta mil per jam (2,9 juta kilometer per jam).
Sedangkan, peneliti senior di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaludin mengungkapkan juga bahwa badai Matahari merupakan pancaran gelombang elektromagnetik, serta partikel berenergi tinggi dari Matahari. Menurut beliau, partikel ini akan muncul karena adanya peristiwa flare (letupan) atau Coronal Mass Ejection (CME = lontaran materi dari korona) Matahari.
2. Dampaknya terhadap Bumi dan Indonesia
Karena letak Matahari berada pada galaksi yang sama dengan Bumi, yaitu Bima Sakti, maka fenomena dari badai Matahari tidak begitu terasa bagi penduduk Bumi. Pasalnya, planet Bumi memiliki medan magnet kuat sehingga rentetan puing-puing dari matahari akan terserap dan hanya akan memicu badai geomagnetik.
Di mana, selama badai Matahari terjadi, medan magnet di Bumi akan sedikit terkompresi oleh gelombang partikel yang sangat energik. Dan nantinya, partikel-partikel ini menetes ke bagian bawah garis medan magnet dekat kutub dan menggerakkan molekul di atmosfer, serta melepaskan energi berbentuk cahaya untuk menciptakan aurora berwarna-warni.
Para ilmuwan sendiri menyakinkan, badai yang dihasilkan oleh puing-puing ini bernilai lemah dan badai yang terjadi hanya sekelas geomagnetik G1 yang hanya berpotensi menyebabkan fluktuasi kecil pada jaringan listrik dan mempengaruhi beberapa fungsi satelit, seperti perangkat seluler (smartphone) dan sistem GPS.
Sedangkan, mengenai dampak yang terjadi di Indonesia, Thomas Djamaludin peneliti senior di BRIN, menyampaikan akan ada beberapa dampak yang terjadi akibat hantaman fenomena badai Matahari ini.
Di mana, ia menjelaskan, gangguan yang terjadi di ionosfer nantinya bisa berupa gangguan komunikasi radio gelombang pendek dan pembacaan posisi oleh GPS menjadi kurang akurat. Selain itu, badai Matahari ini juga bisa menyebabkan lemahnya sinyal internet.
3. Aktivitas yang terjadi pada Matahari, Geomagnetik, dan Ionosfer
Adapun aktivitas yang terjadi pada Matahari saat ini adalah ada 3 flare kelas C yang terjadi dalam kurun 24 jam terakhir, yaitu Flare kelas maksimum C4.2 dari NOAA 3066 yang memuncak pada pukul 15:33 UT dalam 24 jam terakhir.
Baca Juga: Mengaku Dewa Matahari, Pria Asal Lebak Sebut Allah SWT Sederajad dengan Setan
Di mana, ada juga CME yang berarah barat dan memiliki kecepatan rata-rata tertinggi 422 km/s dengan lebar sudut 26°. Sedangkan, CME yang berarah timur memiliki kecepatan rata-rata tertinggi 1420 km/s dan lebar sudut 16°.
Sedangkan, aktivitas geomagnetiknya sendiri berada pada level tenang selama 24 jam terakhir.
Di mana, kecepatan angin Matahari hanya meningkat dari 432 km/s menjadi 558 km/s, dengan komponen medan magnet antarplanet utara-selatan yang berfluktuasi antara -6,5 nT dan 6,4 nT.
Selain itu, diperoleh juga CME pada 2 Agustus 2022 kemarin pukul 04:00 UT sebagian besar meletus ke arah barat laut dengan kecepatan 422 km/s dan lebar sudut 26° yang bersifat
geoefektif dan tidak akan ada kemungkinan yang berdampak di 24 jam ke depan.
Terakhir, aktivitas pada Ionosfer berada dalam kondisi tenang selama 24 jam terakhir.
Tidak ada depresi foF2 lebih rendah dari 30% nilai median, tapi ada peningkatan fmin lebih dari 30% nilai median dalam durasi 180 menit, selain itu, Sporadic -E juga terjadi pada malam dan siang hari selama 555 menit.
Di mana, aktivitas ionosfer yang diperoleh dari pembacaan ini memprediksi selama 24 jam ke depan akan sepi.
Baca Juga: Nggak Kenal Matahari Terbenam, 6 Negara Ini Siang Terus Tanpa Gelap 24 Jam Nonstop, Kok Bisa?