Sonora.ID - Maria Goretty Sumiyati berteriak lepas. Berulang kali dia memekikkan nama Indonesia saat victory lap sebagai selebrasi setelah menjadi yang tercepat di balap kursi roda klasifikasi T54 nomor 400 meter. Perempuan asal Cilacap ini mengaku dirinya sangat emosional dalam kemenangan ini.
Sebelumnya di nomor 100 meter ia harus puas dengan perak. Di nomor berikutnya, 200 meter ia tak terbendung dan meraih emas. Kemenangan di nomor 400 meter adalah pertarungan terakhirnya di ASEAN Paragames Solo 2022 ini.
"Ini terakhir makanya saya teriak-teriak 'Indonesia, Indonesia'. Ini Penghabisan," kata Maria usai final 400 meter balap kursi roda putri, di Stadion Manahan Solo, Kamis (4/8/2022).
Dalam laga final itu Maria langsung melesat melampaui rival-rivalnya setelah sekitar 100 meter dari titik start. Ia semakin tak terkejar setelah melahap setengah jarak lomba, dan finis dengan mencatatkan waktu 1 menit 2,77 detik.
Atlet Thailand Techinee yang meraih posisi kedua, kalah 1.750 detik dari Maria. Sementara atlet Indonesia lainnya, Nina Gusmita meraih medali perunggu dengan catatan waktu 1 menit 6 detik.
Tiga pesaing lain yakni Hyatfa Chuiaui, dan Atitaya Chookerd (Thailand), serta Prudencia Panaligan (Filipina), berturut-turut tercecer di urutan paling belakang.
Perjuangan Maria dari duka menjadi juara
Maria belum lama mengenal dunia keatletan. Perkenalannya dengan dunia olahraga paralimpiade justru berawal dari kisah duka ketika kehilangan anaknya yang baru dia lahirkan.
Di tengah nestapa itu, ia diajak untuk berolahraga agar tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Maria pun menuruti ajakan itu meski sedang trauma.
Baca Juga: Atlet Filipina Tawar Cenderamata Asean Paragames 2022, Karya UMKM Solo
"Pada 2014 akhir masuk National Paralympic Commitee (NPC) DKI Jakarta. Ceritanya saya dikasih anak dan meninggal. Saya trauma sedih, saat itu ada yang ngajak saya olahraga. Ya di situ saya ikut dari pada mikirin ini, yuk kita bangkit, olahraga saja. Saya latihan sambil sedih-sedih," kisah perempuan kelahiran 20 Juni 1988 ini.
Awalnya dia mencoba sejumlah cabang olahraga paralimpiade seperti badminton dan lain-lain, tetapi dia merasa tidak cocok. Ia lebih suka olahraga yang mengandalkan tenaga. Ia pun memilih balap kursi roda.
Tetapi ternyata untuk adaptasi dengan alat pun tidak mudah. Ia perlu satu tahun untuk bisa mengenakan sarung tangan.
"Karena jadi meleset pegangannya kalau belum biasa," ujar Maria.
Olahraga balap kursi roda mengandalkan tangan untuk memutar roda. Sementara klasifikasi T54 adalah untuk atlet lintasan kursi roda yang memiliki fungsi penuh di tubuh mereka dengan gerakan kaki yang terpengaruh sedang atau tinggi atau tidak adanya anggota badan.
Atlet menghasilkan tenaga melalui berbagai gerakan tubuh dan lengan. Kaki tidak berperan dalam balapan.
Kesulitan lainnya, dalam olahraga balap kursi roda menurut Maria adalah saat memulai start. Untuk nomor jarak 100 meter, ayunan permulaan sangat menentukan.
"Itu masih kelemahan saya. Saya ingin mempertajam lagi teknik saat start. Kalau jarak 400 meter, setelah jalan 10 meter saya bisa ngejar. Awalan memang kagok," ujarnya.
Baca Juga: Kejutan di Cabang Olahraga BOCCIA Asean Paragames 2022, Atlet Indonesia Banyak Cetak Sejarah