Sonora.ID – Pelecehan seksual dapat terjadi di mana saja baik secara langsung maupun secara online melalui media sosial.
Oleh karena itu pengguna media sosial harus berpikir kritis sebelum berkomentar dan selalu berhati-hati sebelum berbagi berbagai macam jenis konten (foto, video dan informasi) di media sosial.
Beberapa hari ini media sosial ramai dengan cuitan thread di Twitter dari akun @jerangkah, di mana thread tersebut berisi tentang protes seorang suami terkait pelecehan seksual yang dialami oleh istrinya.
Pelecehan seksual ini dilakukan secara online oleh rekan kerja sang istri melalui chat di grup pertemanan kantornya.
Bercermin dari fenomena tersebut, nampaknya pelecehan seksual di media sosial masih dianggap sebagai hal yang biasa, seperti dianggap sebagai bahan lelucon atau bercanda.
Mungkin sebagian orang ada yang tidak tahu atau belum sadar bahwa sharing foto dan berkomentar tidak sopan terkait seks juga dapat menjadi bibit sebuah kasus pelecehan seksual.
Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan masyarat mengenai pelecehan seksual masih tergolong rendah.
Dilansir dari Kompas.com (05/12/2020), menurut Psikolog klinis dewasa, Tiara Puspita, M.Psi., menjelaskan bahwa pelecehan seksual adalah perilaku, ucapan, isyarat atau pendekatan terkait seks yang tidak diinginkan oleh salah satu pihak.
Baca Juga: Pemprov DKI Jakarta bersama Transjakarta Kampanye Stop Pelecehan Seksual
Berbagai perilaku yang bisa dikatakan sebagai pelecehan seksual diantaranya yaitu menggoda secara verbal di jalan (catcalling), permintaan untuk melalukan seks, dan perilaku lainnya baik secara verbal maupun fisik dan merujuk pada seks.
Pelecehan seksual juga dapat terjadi kepada siapapun dan dapat dilakukan oleh siapapun, baik laki-laki maupun perempuan bisa saja menjadi korban pelecehan seksual.
Menutur Tiara, pelecehan seksual secara online atau disebut dengan online sexual harassement juga dapat terjadi di sekitar kita. Hal ini bisa dibagi menjadi dua kategori.
Korban diminta dan menerima materi seksual yang tidak diharapkan
Materi seksual yang dibagikan kepada korban dapat berupa chat yang mengandung kalimat-kalimat eksplisit terkait seks, foto atau video yang mengandung konten seksual dan lain sebagainya.
Perilaku lain yang termasuk dalam kategori ini adalah meminta korban untuk mengirimkan foto yang tidak senonoh.
Materi seskual korban diunggah tanpa persetujuan
Tiara juga menyebutkan bahwa berkomentar atau bergosip terkait dengan seksualitas, orientasi, dan perilaku seksual korban, serta menyebarkan konten berupa gambar, foto atau video yang bermuatan konten seksual dan dinilai dapat merendahkan korban adalah termasuk dalam kategori pelecehan seksual secara online.
Saat materi yang mengandung unsur seksual di-posting tanpa persetujuan korban, meskipun korban telah mengetahuinya maka hal ini juga dikatakan sebagai online sexual harassment atau pelecehan seksual online.
Tiara juga menjelaskan, bahwa berdasarkan tingkatannya, pelecehan seksual bisa dibagi menjadi lima, yaitu:
Baca Juga: Pemerintah Provinsi DKI Bentuk Pos SAPA untuk Lapor Pelecehan Seksual
Pelecehan gender
Perilaku ini bisa berupa komentar cabul atau humor tentang seks antar gender.
Perilaku menggoda
Kalimat atau ajakan yang mengandung unsur seksual yang cenderung memaksa dan jjakan kencan yang dilakukan berkali-kali sehingga menimbulkan kesan memaksa juga dapat dikategorikan sebagai pelecehan seksual.
Penyuapan seksual
Penyuapan ini dilakukan agar calon korban tertarik dan mau melakukan ajakan pelaku.
Dalam berbagai macam kasus penyuapan sosial, pelaku menggunakan kekuatannya terhadap korban (abuse of power) sehingga korban terpaksa dan akhirnya mau menuruti keinginan pelaku.
Hal ini bisa terjadi di lingkungan yang tidak terduga seperti yang dilakukan oleh guru terhadap murid atau atasan kepada bawahan.
Pemaksaan seksual
Hal ini terjadi saat pelaku memaksa korban untuk melakukan tindakan seksual sesuai dengan keinginan pelaku yang disertai dengan ancaman.
Di mana jika korban menolak maka pelaku akan melakukan sesuatu yang dapat merugikan korban. Pemaksaan seksual ini bsia berujung pada pelanggaran seksual.
Pelanggaran seksual
Tindakan ini sudah termasuk dalam kategori pelecehan seksual secara langsung di mana pelaku menyentuh, meraba, atau memegang bagian tubuh korban secara paksa tanpa ada persetujuan.
Pelanggaran seksual semacam ini juga dapat dikatakan sebagai penyerangan seksual.