Tanpa disadari, sebagian besar dari kita sendiri juga mungkin pernah tanpa sadar menerapkan quiet quitting ketika bekerja.
Hal ini, Paula Allen, Pemimpin Global dan Wakil Presiden Senior Riset dan Kesejahteraan Total di LifeWorks, mengungkapkan dan menguraikan sejumlah tanda-tandanya, contohnya:
Selain itu, quiet quitting juga dilakukan secara individu yang berusaha memberontak dari pekerjaan yang mengekang dan membuatnya tidak merasa bahagia. Di mana, hal ini tidak dilakukan secara berkelompok. Pasalnya motif yang ada di setiap individu bisa saja berbeda-beda.
Namun, meski demikian, konten media sosial belakangan ini juga membuat banyak orang lebih menyadari soal hal ini dan kemudian mempertanyakan etos kerjanya. Maria Kordowicz, PhD, profesor dalam organisasi di University of Nottingham juga mengungkapkan perihal dampaknya quiet quitting untuk kesehatan mental.
Baca Juga: Catat! 3 Tips Menemukan Passion untuk Pekerjaan yang Kamu Impikan
Dampak dari Quiet Quitting
Di samping itu, quiet quitting memberikan beberapa dampak baik juga bagi perusahaan maupun karyawan itu sendiri. Dikutip dari Indian Express, quiet quitting dikhawatirkan dapat menurunkan produktivitas karyawan.
Di Amerika, produktivitas pekerja dari bidang non-pertanian turun hingga 2,5% pada kuartal kedua 2022 ini, sedangkan jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Menanggapi adanya penurunan produktivitas yang terjadi secara keseluruhan, perusahaan seperti Google memberi salah satu contoh dampaknya, seperti membeli sinyal bahwa PHK akan segera terjadi.
Di sisi lain juga, psikolog organisasi, Ben Granger mengatakan bahwa quite quitting dapat berdampak pada potensi PHK pada karyawan itu sendiri. Di mana, para pekerja yang menganut konsep quiet quitting ini akan berada di urutan teratas daftar PHK.
Di samping itu juga, pekerja yang bertahan dalam pekerjaan yang menyedihkan dengan cara bekerja seminimal ini, juga mungkin bisa melepaskan prospek karyawan untuk pindah dan mendapatkan pekerjaan baru yang lebih baik.
Perilaku quiet quitting ini juga tak bisa diterapkan pada semua sektor pekerjaan. Contohnya, para pekerja dari kalangan minoritas yang berada di AS hingga saat ini harus selalu memberi usaha lebih. Pasalnya, bekerja ala kadarnya juga akan berisiko, karena dianggap tidak memenuhi ekspektasi.
Selain itu, Pattie Ehsaei, salah satu pakar perilaku di tempat kerja asal Los Angeles ikut serta dalam menilai quiet quitting ini tidak sepenuhnya dapat memberikan pengaruh baik, khususnya untuk pencapaian profesional.
Seorang Career Coach, Kelsey Wat, menambahkan pula jika perilaku ini bisa secara bertahap bisa menghilangkan investasi emosional apa pun yang individu miliki terhadap pekerjaannya.
Namun, padahal sebagian besar dari kamu juga akan menghabiskan begitu banyak waktu di tempat kerja, dalam kesehariannya. Di mana, menurutnya, akan tetap mungkin mempertahankan batasan yang sehat secara baik dan tetap berinvestasi secara emosional di tempat kerja tanpa berperilaku kontra.
Baca Juga: Bagaimana Cara Kita Menumbuhkan Mindfulness di Dunia Kerja, Ya?