Sonora.ID - Sosial media sedang ramai dengan quiet quitting yang dianggap sebagai fenomena anak muda di dalam dunia kerja.
Istilah Quiet quitting sendiri memiliki arti, yaitu melakukan pekerjaan seperlunya sesuai dengan yang diminta atasan ataupun kantor dan tidak lebih.
Perilaku ini sendiri juga termasuk, seperti tetap masuk kantor dengan tepat waktu, serta menyelesaikan tugas yang diberikan oleh atasan, tapi dengan semuanya dalam batas minimal.
Tidak ada kemungkinan untuk melakukan pekerjaan lembur dan memeriksa pekerjaan di luar jam kantor ataupun komitmen lebih lainnya.
Di mana, artinya, tidak ada upaya juga yang diberikan anak muda di dunia kerja ini untuk membuat kinerjanya di kantor menjadi istimewa atau berlebihan dalam perihal “kesetiaan” atau “loyalitas” pada pekerjaan.
Fenomena quiet quitting di kalangan anak muda ini juga dianggap sebagai perlawanan atas Hustle Culture, yaitu pola kerja berlebihan dalam mencapai kesuksesan.
Pasalnya, fenomena quiet quitting sudah dianggap melekat pada anak muda sendiri terutama saat ini.
Di mana, awalnya, istilah quiet quitting muncul melalui unggahan video Tiktok @zaidleppelin yang sudah diunggah pada Juli 2022 lalu. Bahkan beberapa minggu yang lalu, hashtag #quietquitting di Tiktok juga udah mendapatkan perhatian dari 17,4 juta penonton.
Baca Juga: Bagaimana Menghadapi Lingkungan Pekerjaan yang Tidak Mendukung Kamu?
Fenomena Quiet Quitting dalam Dunia Kerja
Quiet quitting yang dikenal juga dengan sebutan untuk bekerja seadanya. Di mana, pekerja tidak menganggap pekerjaannya sebagai sesuatu yang terlalu serius sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk lembur atau membawanya ke rumah.
Jadi, mereka hanya akan mengerjakan pekerjaan ini seperlunya saja sesuai dengan tanggung jawab yang diberi, gaji, serta jam kerja. Sedangkan, untuk arti quiet quitting ini juga berbeda dengan artinya secara harfiah yang berarti berhenti diam-diam.
Namun, sebaliknya, quiet quitting justru lebih diartikan bahwa para pekerja tetap bertahan di pekerjaannya dengan etos kerja yang berbeda-beda. Di mana, fenomena ini juga identik dengan pekerja milenial dan generasi Z, seperti yang diunggah oleh Tiktok @zaidleppelin.
Di mana, pekerja yang lebih muda ini akan lebih peduli dengan gaya hidup seimbang atau work-life balance dan termotivasi oleh keuangan, sehingga tujuan dari quiet quitting, yaitu untuk dapat menciptakan work-life balance yang ideal dan mengenali batasan antara kehidupan pribadi dengan pekerjaan.
Tapi, sayangnya, tidak diketahui apakah fenomena ini juga menjadi siasat dalam menghindari burnout, lepas dari telepon bos saat sedang bersantai, atau menolak eksploitasi saat bekerja.
Pasalnya, fenomena quiet quitting bisa dibilang berlawanan juga dengan hustle culture. Di mana, kutipan dari New York Post, konsep dari quiet quitting berasal juga dari Cina pada tahun lalu.
Di Cina, konsep ini telah dikenal dengan nama “lying flat” atau tang ping, yang merupakan fenomena gelombang pekerja muda yang memberontak terhadap konsep jam kerja yang lama dan panjang di Cina dan tren ini juga sudah dimulai pada April 2021 di sebuah posting-an online tentang konsep ini viral di media sosial.
Baca Juga: Sering Menunda Pekerjaan dan Mager, Waktunya Mengubah Hidup dengan Konsep Ini!
Tanda munculnya Quiet Quitting
Tanpa disadari, sebagian besar dari kita sendiri juga mungkin pernah tanpa sadar menerapkan quiet quitting ketika bekerja.
Hal ini, Paula Allen, Pemimpin Global dan Wakil Presiden Senior Riset dan Kesejahteraan Total di LifeWorks, mengungkapkan dan menguraikan sejumlah tanda-tandanya, contohnya:
Selain itu, quiet quitting juga dilakukan secara individu yang berusaha memberontak dari pekerjaan yang mengekang dan membuatnya tidak merasa bahagia. Di mana, hal ini tidak dilakukan secara berkelompok. Pasalnya motif yang ada di setiap individu bisa saja berbeda-beda.
Namun, meski demikian, konten media sosial belakangan ini juga membuat banyak orang lebih menyadari soal hal ini dan kemudian mempertanyakan etos kerjanya. Maria Kordowicz, PhD, profesor dalam organisasi di University of Nottingham juga mengungkapkan perihal dampaknya quiet quitting untuk kesehatan mental.
Baca Juga: Catat! 3 Tips Menemukan Passion untuk Pekerjaan yang Kamu Impikan
Dampak dari Quiet Quitting
Di samping itu, quiet quitting memberikan beberapa dampak baik juga bagi perusahaan maupun karyawan itu sendiri. Dikutip dari Indian Express, quiet quitting dikhawatirkan dapat menurunkan produktivitas karyawan.
Di Amerika, produktivitas pekerja dari bidang non-pertanian turun hingga 2,5% pada kuartal kedua 2022 ini, sedangkan jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Menanggapi adanya penurunan produktivitas yang terjadi secara keseluruhan, perusahaan seperti Google memberi salah satu contoh dampaknya, seperti membeli sinyal bahwa PHK akan segera terjadi.
Di sisi lain juga, psikolog organisasi, Ben Granger mengatakan bahwa quite quitting dapat berdampak pada potensi PHK pada karyawan itu sendiri. Di mana, para pekerja yang menganut konsep quiet quitting ini akan berada di urutan teratas daftar PHK.
Di samping itu juga, pekerja yang bertahan dalam pekerjaan yang menyedihkan dengan cara bekerja seminimal ini, juga mungkin bisa melepaskan prospek karyawan untuk pindah dan mendapatkan pekerjaan baru yang lebih baik.
Perilaku quiet quitting ini juga tak bisa diterapkan pada semua sektor pekerjaan. Contohnya, para pekerja dari kalangan minoritas yang berada di AS hingga saat ini harus selalu memberi usaha lebih. Pasalnya, bekerja ala kadarnya juga akan berisiko, karena dianggap tidak memenuhi ekspektasi.
Selain itu, Pattie Ehsaei, salah satu pakar perilaku di tempat kerja asal Los Angeles ikut serta dalam menilai quiet quitting ini tidak sepenuhnya dapat memberikan pengaruh baik, khususnya untuk pencapaian profesional.
Seorang Career Coach, Kelsey Wat, menambahkan pula jika perilaku ini bisa secara bertahap bisa menghilangkan investasi emosional apa pun yang individu miliki terhadap pekerjaannya.
Namun, padahal sebagian besar dari kamu juga akan menghabiskan begitu banyak waktu di tempat kerja, dalam kesehariannya. Di mana, menurutnya, akan tetap mungkin mempertahankan batasan yang sehat secara baik dan tetap berinvestasi secara emosional di tempat kerja tanpa berperilaku kontra.
Baca Juga: Bagaimana Cara Kita Menumbuhkan Mindfulness di Dunia Kerja, Ya?