Sonora.ID - Dari sekian banyak pura di Bali, Pura Mekah yang berlokasi di Banjar Anyar Desa Poh Gading, Ubung Kaja, Kota Denpasar, mempunyai keunikan dibandingkan dengan pura lainnya, yakni adanya akulturasi dengan budaya muslim.
Hal tersebut terungkap dalam sebuah sebuah artikel ilmiah berjudul "Pura Mekah di Banjar Anyar Desa Poh Gading, Ubung Kaja, Kota Denpasar (Analisis Struktur, Historis dan Fungsi)” yang dipublikasikan dalam Widya Wretta, Tahun 2018, oleh I Nyoman Djuana dari Universitas Warmadewa dan Ni Made Surawati dari Universitas Hindu Indonesia.
Dikutip dari sumber tersebut, dutuliskan bahwa keberadaan Pura Mekah ini sangat menarik karena beberapa alasan.
Pertama, nama pura yang diidentikkan dengan sebuah tempat suci sentrum orientasi umat Muslim di Timur tengah, terdapat keunikan yang bisa ditelusuri secara historis yakni keberadaan Pura Mekah yang lebih dari satu di kisaran Ubung Kaja.
Islam sudah masuk ke Pulau Bali pada Abad ke 15 M. Ini dibuktikan saat Dalem Ketut Ngelesir menjabat sebagai Raja Gelgel pertama (1380 – 1460) dan mengadakan kunjungan ke keraton Majapahit.
Baca Juga: Inilah 8 Agama Tertua di Dunia, Kira-kira Agama Islam dan Kristen Masuk Nggak Ya?
Saat itu, Raja Hayam Wuruk mengadakan pertemuan dengan kerajaan seluruh nusantara. Setelah acara tersebut selesai, Dalem Ketut Ngelesir pulang ke negerinya Bali diantar oleh empat puluh orang dari Majapahit sebagai pengiring, yang konon diantara mereka terdapat Raden Modin dan Kiyai Abdul Jalil.
Peristiwa ini dijadikan patokan masuknya Islam ke Pulau Bali yang berpusat di Kerajaan Gelgel. Sejak itu agama Islam mulai berkembang hingga saat ini.
Dengan masuknya Islam ke Indonesia hingga daerah Bali oleh para mubaligh dilanjutkan oleh para wali, maka sejak itu umat Islam sudah hidup di Bali dan mengembangkan diri dengan berbagai kegiatan rohani hingga kini, dan menjadi rukun hidup berdampingan dengan umat lainnya dalam suasana ketenangan dan keharmonisan sehari – hari.
Berkaitan dengan masuknya pengaruh Islam, lewat kontak dagang maupun perantauan sehingga melahirkan pemujaan terhadap Dewa Pedagang Islam, roh leluhur yang beragama Islam yang disertai dengan pengembangan toleransi beragama yang sekaligus berarti menghindarkan Bali dari serangan kerajaan-kerajaan Islam.