Komunikasikan Pesan Kesetaraan melalui Event Paragames 2022!

14 September 2022 12:10 WIB
Marroli J. Indarto, Pranata Humas Madya Kemenkominfo RI
Marroli J. Indarto, Pranata Humas Madya Kemenkominfo RI ( )

Dalam konteks medis, penyandang disabilitas dipandang sebagai pihak yang perlu melakukan perubahan pada dirinya, beradaptasi dengan keadaan, serta tidak ada gagasan tentang perlunya melakukan perubahan pada masyarakat (The Open University, 2006).

Berbeda dengan pandangan medis, disabilitas dengan model sosial memandang bahwa hambatan sistemik, sikap negatif dan eksklusif oleh masyarakat merupakan faktor kunci penentu, siapa yang menyandang disabilitas dan siapa yang tidak menyandang disabilitas dalam masyarakat.

Dunia cenderung memilih jalan model sosial disabilitas, mereka fokus bagaimana mendapatkan hak yang baik dan menegakan martabat semua orang dalam masyarakat (Office of disability Issues, 2003). Untuk itu, sudah menjadi kewajiban bagi semua pihak agar mampu berkomunikasi dengan disabilitas secara baik dan tepat.

Kita menyadari masih banyak ditemui citra yang kurang tepat bagaimana berkomunikasi dengan penyandang disabilitas.

Dalam beberapa kasus, Penyandang disabilitas juga mengalami perlakuan kurang adil dan bersahabat saat mencari kerja, dan terkesan dipersepsi abnormal yang berakibat pada rendahnya penerimaan kerja.

Badan Pusat Statistik menyatakan pada tahun 2021 persentase pekerja laki-laki dengan disabilitas tercatat 5,09 persen, sementara perempuan tercatat 5,81 persen.

Citra negatif bisa juga didapatkan dari tatapan mata, perasaan yang tidak aman dari penyandang disabilitas. Citra negatif itulah yang menyebabkan mereka merasakan hal yang berbeda dari respons sekecil apapun dari masyarakat umum.

Masyarakat non difabel diharapkan dapat lebih memahami dan mengerti. Misal, ketika kita berkomunikasi dengan people with stutter (PWS) atau gagap perlu empati karena kekuranglancaran dalam berkomunikasi.

Begitupun dengan penyadang disabilitas autistik, kita harus detail dan lugas karena mereka akan kesulitas dengan bahasa ambigu atau sindiran.

Kita juga dituntut lebih empati dengan penyandang disabilitas down syndrome, mereka memiliki suasana hati yang cepat berubah-berubah. Pada halnya berbicara dengan penyandang tuna rungu, memutus kontak atau pembicaraan dengan mereka dianggap tidak sopan.

Lalu bagaimana agar kita dapat berkomunikasi secara proporsional dengan penyandang disabilitas. Pertama, Kuncinya harus dibiasakan sejak kecil. Orang tua perlu mengajari anak untuk menghargai dan menerima agar membantu proses tumbuh kembang seseorang dengan disabilitas.

Kedua, kita dapat berperan dalam mengafirmasi potensi positif yang mereka miliki. Hal ini khususnya ditujukan pada penyandang disabilitas yang sudah dalam tahap menerima keadaan.

Ketiga, orang tua jangan terlalu protektif. Berikan keleluasaan pada anak dengan disabilitas. Hal ini penting agar mereka tidak menjauh dan mempunyai identitas tersendiri, misal pada dunia maya. Terakhir, hindari sifat egois dan selalu menuntut karena akan menyebabkan kurangnya menghargai orang dengan disabilitas.

Baca Juga: Resmi, Prangko ASEAN Paragames 2022 dan Prajurit Keraton Surakarta Sudah Bisa Digunakan

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm