Pontianak, Sonora.ID - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pontianak menggelar Festival Saprahan Pelajar Tingkat SMP se-Kota Pontianak yang diikuti sebanyak 170 pelajar dari 17 SMP Negeri, Kamis (15/9).
Kegiatan ini guna melestarikan dan mengenalkan budaya besaprah kepada generasi muda. Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono mengatakan, budaya saprahan merupakan cara makan yang telah ada sejak zaman dahulu dan merupakan warisan leluhur saat menjamu para tamu pada perayaan hari besar.
Ia mengajak masyarakat, khususnya generasi muda untuk menjaga bersama budaya saprahan.
“Besaprah adalah adab dalam memuliakan tamu, umumnya era sekarang budaya saprahan banyak ditinggalkan dengan cara modern,” ujarnya usai membuka secara simbolis festival saprahan.
Melalui agenda tersebut, Edi berharap menjadi pengingat untuk menjaga kebudayaan khas Kota Pontianak yang lainnya. Apabila terdapat perpaduan dengan kebiasaan modern, ia ingin untuk tetap mengedepankan pakem dari budaya tersebut.
“Misalnya hidangan dan varian makanan boleh disesuaikan kondisi. Tapi tetap ada menu pokok yang harus jadi ikon hidangan saprahan Kota Pontianak seperti nasi kebuli, pacri nanas, semur dan acar misalnya. Minuman juga ada seperti air sepang harus ada. Dengan begini jadi branding yang kuat untuk Kota Pontianak,” tuturnya.
Manfaat dari makanan dan minum tidak lengkap apabila sikap saat menyantap hidangan tidak diiringi etika. Cara duduk menjadi penilaian tersendiri saat saprahan.
Edi menyampaikan, banyak keunggulan yang didapat dengan besaprah, di antaranya kesehatan dan kebugaran.
Baca Juga: BBPOM di Pekanbaru Lakukan Pemusnahan Obat dan Makanan Ilegal
“Hasilnya akan optimal jika dimakan dengan etika. Tidak hanya menjadi energi, tapi juga memiliki nilai sejarah. Hal seperti ini yang harus dipahami generasi muda,” tuturnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pontianak, Sri Sujiarti memaparkan, diselenggarakannya festival saprahan ini ditujukan sebagai wujud tanggung jawab moral dan kepedulian terhadap nilai kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang di Kota Pontianak serta meningkatkan silaturahmi yang baik di kalangan generasi muda.
“Agar mengenal, memahami dan bangga dengan budaya lokal,” terangnya.
Sri mengatakan, terdapat tiga orang juri yang ditunjuk. Ketiga juri itu adalah, Sejarawan Kota Pontianak Syafaruddin Usman, Penggiat Budaya Rahmawati dan Penggiat Adat Istiadat Syarifah Maryanti.
“Sumber dana festival ini dibebankan pada APBD Disdikbud Kota Pontianak Tahun 2022,” imbuhnya.
Dalam kesempatana yang sama, Dewan Juri Festival Saprahan, Syafaruddin Usman menjelaskan, terdapat beberapa aspek yang dinilai dalam lomba tersebut yaitu tata boga dan tata busana.
Khusus tata boga, yaitu tentang cita dan citra rasa kekhasan kuliner. Sedangkan untuk tata busana yang akan diperhatikan etika penyajian.
“Etikanya itu yang dimaksud kesesuaian memadukan adat dan budaya serta cara mempersilahkan tamu menikmati kuliner tersebut,” terangnya.
Ciri khas menu saprahan Kota Pontianak ketimbang daerah lain adalah bumbu yang terkandung kebanyakan percampuran menu melayu dan timur tengah.
Dijelaskan Syafaruddin, pengenalan budaya harus dilakukan sejak dini agar anak muda tidak asing dan tidak canggung dengan budaya sendiri.
Baca Juga: 5 Negara ‘Penganut’ Budaya Seks Bebas, Legal dan Dilindungi Hukum