Singkat kata, Madin lalu dibawa ke rumah orang itu. Rumahnya besar dan berada di tengah hutan. Tak seperti yang dijanjikan lelaki berkulit gelap itu, Madin tak mendapati bapaknya berada di sana.
Ia justru melihat rumah besar itu sebagai tempat kerja yang sibuk minta ampun.
Puluhan orang di sana bekerja tanpa henti, dan setiap ditanya Madin tentang apa yang sedang mereka lakukan, orang-orang itu hanya menggelengkan kepala dengan mata kosong. Semenjak itu, tanpa kenal lelah, Madin mulai mengikuti apa yang dilakukan orang-orang itu.
Berita hilangnya Madin membuat gempar satu kampung. Selang beberapa hari setelah itu, seorang penderes getah karet menemukan seonggok mayat yang tergeletak di pinggir hutan. Badannya seperti habis dicabik-cabik binatang buas.
Penderes itu lalu melapor pada warga kampung. Melihat mayat itu, Ibu Madin jatuh pingsan—atau berpura-pura pingsan—karena mengira itu mayat anaknya. Penduduk jadi percaya, memanglah benar Madin telah meninggal.
Setelah perasaan kehilangan melingkupi ibu Madin, juga warga kampung, tiba-tiba seorang lelaki paruh baya datang ke kampung pada suatu malam. Lelaki itu mengaku bernama Madin.
Warga kampung yang setuju bahwa ia telah lama meninggal tak berani mendekat. Ibu Madin begitu shock hingga seperti hendak terkena serangan jantung. Menyadari lelaki di hadapan mereka itu bukan mayat hidup, warga kampung mulai mendekat. Mereka ingin mendengarkan cerita Madin yang telah berkelana dari tempat yang jauh.
***
Kepada warga kampung, Madin menceritakan segala yang ia lalui. Ia bercerita, suatu hari rumah besar yang ia tempati itu dihebohkan oleh suatu gempa yang dahsyat.
Gempa itu terjadi akibat sebuah suara yang menggelegar. Orang-orang, termasuk Madin yang—berwujud babi—ada dalam rumah itu berhamburan melarikan diri.
Belakangan Madin ketahui, suara itu ialah ajakan azan dari masjid di dekat Sungai Cisadane. Kepada warga, sekali lagi, Madin menceritakan usahanya melarikan diri dari rumah itu, dengan baju compang-camping, sambil berlinangan air mata.
Ibunya masih tergeletak di halaman rumah. Warga kampung tak pernah tahu, ia tetap hidup atau sudah mati.
Nb: Tulisan ini hanyalah fiksi. Segala kesamaan nama, tempat, dan kejadian adalah kebetulan belaka.
Baca Juga: Bikin Ketar-Ketir! Ini Kisah Mahasiswa yang Hampir Jadi Tumbal Pesugihan Ibu Kos