Selain oknum bank, penyimpangan atau fraud dapat juga berasal dari eksternal bank, misalnya dari nasabah pembiayaan atau pihak lainnya.
“Untuk mengurangi potensi penyimpangan tersebut, bank wajib menjalankan operasionalnya dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian dan meningkatkan sistem pengendalian internal bank, sehingga bukan saja bank akan terhindar dari masalah, tetapi yang jauh lebih penting adalah kepercayaan masyarakat yang menyimpan dananya di bank dapat tetap terpelihara,” ujar Yusup.
Dalam pemaparannya, narasumber dari Departemen Pemeriksaan Khusus Perbankan OJK menjelaskan bahwa bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).
BUS dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan BPRS dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Secara umum, tipibank terkait dengan kegiatan usaha (pasal 63 UU Perbankan Syariah) sangat berkaitan erat dengan pencatatan bank. Oleh karena itu, semua transaksi di bank harus tercatat dan memiliki underlying document yang bisa dipertanggungjawabkan.
Narasumber dari Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Syariah OJK menyampaikan pemaparan dengan terlebih dahulu menjelaskan terkait hukum yang diberlakukan dalam hal terjadi sengketa pada transaksi perbankan dan selanjutnya menjelaskan hubungan antara hukum positif dan hukum Islam yang digunakan sebagai penafsiran perjanjian antara bank syariah dan nasabah sepanjang tidak melanggar Undang Undang Kepatutan Ketertiban Umum.
Selanjutnya terkait dengan Fungsi penyidikan tindak pidana perbankan, dilakukan atas kerja sama antara OJK dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI). Fungsi ini terdapat pada Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan atau Penyidik OJK (DPJK) yang terdiri dari Pejabat Penyidik POLRI yang dipekerjakan di OJK dan/atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan di OJK dan diberi wewenang khusus sebagai Penyidik.
Dalam sambutan penutupnya, Antonius Ginting selaku Pemeriksa Eksekutif Senior Departemen Pemeriksaan Khusus Perbankan OJK menyampaikan bahwa BPRS perlu memastikan berjalannya, dan jika belum ada, membuat ketentuan dan SOP terkait pencegahan fraud dan Tipibank. Untuk itu, yang perlu bank terlebih dahulu lakukan adalah memahami aturan dan undang-undang yang berlaku.
“Kata pertama yang perlu kita ingat adalah Iqra, pahami ketentuan, tidak ada yang lain, itu yang harus kita tanamkan,” ujar Antonius.
Baca Juga: Sekjen PERBANAS Anika Faisal : Bank Digital Seaman Bank Umum
Dalam acara tersebut, OJK kembali menegaskan dan mengarahkan BPRS untuk melakukan beberapa tindakan pencegahan dan melakukan sosialisasi secara berkesinambungan terkait fraud dan Tipibank kepada pengurus dan pegawai antara lain dengan menyusun dan mengimplementasikan SOP penyaluran pembiayaan, penetapan pemisahan fungsi tugas dan tanggung jawab penyaluran pembiayaan, menerapkan pengawasan internal pada proses inisiasi maupun setelah penyaluran pembiayaan, dan meningkatkan sistem pengendalian internal BPRS dengan melakukan review secara periodik dan berkesinambungan.
Sosialisasi ini diselenggarakan dalam satu rangkaian kegiatan dalam pencegahan tipibank (sesuai UU Perbankan Syariah). Dalam meningkatkan literasi terkait tipibank kepada masyarakat, OJK telah meluncurkan Buku Pahami dan Hindari Tindak Pidana Perbankan (Sesuai UU Perbankan Syariah) Edisi 2021 yang dapat di akses melalui situs web OJK www.ojk.go.id dan Sikapi Uangmu sikapiuangmu.ojk.go.id.
OJK juga telah menyediakan Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.07/2018. Layanan ini dapat diakses secara online melalui www.kontak157.ojk.go.id ataupun melalui hotline 157.