“Aku kurang tahu. Sumur ini peninggalan nenek moyangku.” Jelas Pak Yanto ringkas. Setelah menjawab pertanyaanku, ia langsung beranjak dan masuk ke dalam rumah, terlihat tak tertarik dengan obrolan yang kusodorkan.
Di tengah kondisi yang kaya raya, tak ada satu pun penduduk yang tahu profesi apa yang sebenarnya digeluti Pak Yanto. Sebelumnya, ia memang membuka toko kelontong, namun itu hanya berlangsung selama beberapa tahun dan toko itu lantas ditutup.
Sekarang, praktis, Pak Yanto tak memiliki pekerjaan. Namun tetap saja, kehidupannya dan keluarga tampak amat tercukupi. Ia sama sekali tak kelihatan sebagai orang yang melarat. Oleh para penduduk, Pak Yanto dipandang sebagai lelaki yang memperoleh keberuntungan sepanjang waktu.
Hingga pada suatu hari, sebuah kejadian menjawab kegelisahan yang selama ini terpendam di hati kami, para warga desa. Ketika sekumpulan penduduk sedang berjubelan mengantre air di sumur Pak Yanto seperti biasa, tiba-tiba dari dalam sumur tercium bau yang amat menyengat. Pada saat kejadian itu, aku pun sedang berada di sana.
Oleh hidungku, bau tersebut tercium seperti anyir darah. Jelas sekali.
Setelah pertama kali aku menyebarkan dengan berbisik tentang bau apa yang aku rasakan ke orang yang berada di sampingku, informasi itu lantas merembet ke semua yang ada di sana.
Kegaduhan pun tak dapat dihindari. Para penduduk berlarian meninggalkan sumur itu sambil berteriak: “Darah!!! Darah!!!”
Luar biasanya, setelah sampai di rumah masing-masing, kami mendapati air yang sebelumnya diambil dari sumur Pak Yanto berubah menjadi darah. Semuanya. Selain kegaduhan, desa kami pada saat itu dirundung ketakutan yang amat sangat.
Akhirnya, apa yang terjadi saat itu terjawab oleh salah seorang tua yang dikenal sebagai kyai di desa kami.
Baca Juga: MENGERIKAN! Ini Kisah Pesugihan Pemilik Warung Pecel Lele yang Tumbalkan Anak
Ia mengatakan sebuah kalimat, dengan amat ringkas, dalam sebuah kesempatan saat para penduduk berkumpul di masjid, menjawab apa yang selama ini kami takutkan: “Sumur itu menjadi tempat membuang korban pembunuhan di masa penjajah. Sekarang, tempat itu digunakan sebagai pesugihan Pak Yanto.”
Mendengar penjelasan Sang Kyai, kami semua merinding. Pantas saja, Pak Yanto yang pengangguran itu tampak amat kaya dan selalu beruntung.
Nb: Tulisan ini hanyalah fiksi. Segala kesamaan nama, tempat, dan kejadian adalah kebetulan belaka.
Baca Juga: Apes Tenan! Ini Kisah Maling yang Tewas Akibat Jadi Tumbal Pesugihan Siluman Macan