Pontianak, Sonora.ID - Deputi 2 Kepala Staf Kepresidenan, Abetnego Tarigan mengungkapkan, pembangunan perbatasan menjadi prioritas pemerintah, bahkan Perpres terkait dengan Tata Ruang Wilayah Perbatasan juga telah diterbitkan.
Hal ini diungkapkannya saat Seminar Nasional yang digelar oleh Program Studi Magister Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak tahun 2022/2023 dengan tema "Keadilan Akses dan Kualitas Pelayanan Publik untuk Warga di Wilayah Perbatasan Negara", di Gedung Konferensi Universitas Tanjungpura, Pontianak, Senin (26/9),
“Kami punya concern bagaimana pelayanan publik di perbatasan. Pembangunan SDM menjadi isu penting sehingga sektor pendidikan, kesehatan dan perlindungan sosial menjadi hal yang penting,” ucapnya.
Ia menyebutkan, dalam hal pembangunan perbatasan bukan hanya wilayah perbatasannya saja yang dibangun, tapi bagaimana wilayah perbatasan itu terintegrasi dengan ibukota kabupaten.
Baca Juga: Bagikan Bansos, Gubernur Sutarmidji Minta Masyarakat Segera Urus BPJS Kesehatan
Bahkan ia mengaku, tantangan untuk pembangunan di Kalimantan Barat adalah partisipasi di sekolah.
“Banyak sekali fasilitas pendidikan yang jauh dari masyarakat. Kita bisa membangun fasilitasnya tetapi karena penyebaran masyarakatnya tidak berkumpul itu membuat tidak mudah, sehingga ini juga yang berpengaruh pada angka partisipasi sekolah rendah. Jadi ada faktor jarak dan akses. Selain itu, dari segi kesehatan, mulai dari SDM-nya seperti dokter dan rasio yang dilayani. Ini menjadi catatan, dibutuhkan investasi yang cukup besar,” ujar Abetnego.
Selain pendidikan, stunting juga menjadi isu penting di wilayah perbatasan dan akan menjadi fokus pemerintah.
“Kemudian stunting juga menjadi penting di wilayah perbatasan karena ini berkaiatan dengan pangan dan pola asuh,” ucapnya.
Meski demikian, diakuinya angka kemiskinan untuk di Kalimantan Barat mengalami penurunan, pergerakan ekonomi dan aktivitas yang lain menunjukkan angka positif.
Kepala Badan Pengelola Perbatasan Daerah Kalimantan Barat, Alexander Rombonang mengatakan, pembangunan kawasan perbatasan sebenarnya integrated dengan manajemen negara.
Pertama berkaitan dengan masalah kedaulatan. Kemudian bagaimana membuat perbatasan menjadi daerah maju, berkembang dan masyarakatnya sejahatera.
“Hak-hak mereka sebagai warga megara itu sama memperoleh pelayanan publik dari pemerintah dan kita berkewajiban menyiapkan sarana prasarana dasar walaupun pada saat ini memang segala sesuatu berjalan seakan-akan perlahan, tapi tidak ada yang kita tinggalkan, semua prioritas,” katanya.
Alex menjelaskan, saat ini berdasarkan indikator yang digunakan terjadi perkembangan yang signifikan.
“Pertama jika kita lihat dari tingkat kemajuan desa, yang tadinya belum ada desa mandiri sekarang sudah ada 49 desa mandiri, kemudian desa sangat tertinggal sudah tidak ada. Kemudian banyak hal dari segi IPM masih ada beberapa yang di bawah capaian provinsi, tetapi ada juga indikator IPM yang ada di kawasan perbatasan itu yang capaiannya di atas capaian provinsi,” jelasnya.
Baca Juga: Pj Bupati Landak Harap Apoteker Tingkatkan Kompetensi Diri
Dengan adanya seminar ini, Alex berharap bisa memberikan masukan atas kebijakan mana yang harus diambil.
“Pemerintah sangat memerlukan itu. Mengambil kebijakan itu harus dengan pertimbangan yang matang, salah satunya dengan masukan dari perguruan tinggi,” tuturnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Rektor Universitas Tanjungpura, Garuda Wiko. Ia menyebut, membangun perbatasan artinya harus ada ekosistem yang dibangun.
“Bukan hanya fisik tapi juga menyangkut bagaimana tata kelola, tentu saja kita perlu memberikan masukan bagaimana kira-kira solusi yang diambil berdasarkan penelitian. Kita berharap hasil seminar ini pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, kecerdasan bisa kita bangun di wilayah perbatasan,” tukasnya.