"Itulah tujuan kita menggelar BSF setiap tahunnya," tambahnya.
Beberapa bentuk upaya pun menurut Ibnu dilakukan.
Mulai dari menggelar pemilihan putra-putri sasirangan, yang secara pribadi turut mempromosikan melalui sosial media masing-masing.
Selain itu lanjut Ibnu, juga ada workshop kepada desainer atau pengrajin lokal, yang didukung oleh Kementerian Perindustrian dan menjadi agenda tahunan.
"Mereka (pengrajin) bisa menggali ilmu. Baik menggunakan pewarna alam maupun buatan. Kami optimis bisa menjadi kebanggaan dan produk kreatif membangkitkan perekonomian," pungkasnya.
Baca Juga: Mahasiswa Baru UNS Pecahkan Rekor Dunia, Warnai Batik Di Atas Kain 3.300 Meter
Disisi lain, setiap tanggal 2 Oktober, diperingari Hari Batik Nasional.
Ibnu pun menekankan, bahwa batik mesti dipatenkan menjadi kearifan lokal.
Kemudian hak atas kekayaan intelektualnya juga harus dipertegas.
Sama halnya dengan Batik, kain sasirangan pun masuk dalam kategori Wastra Nusantara yang menjadi ciri khas daerah.
"Tentu harus bangga dengan warisan budaya ini," jelasnya.
"Kalau setiap peringatan Hari Batik Nasional ASN di lingkungan Pemko Banjarmasin mengenakan sasirangan. Karena secara nasional harinya belum ada," sambung Ibnu.
Sementara itu, Ketua Dekranasda Kota Banjarmasin, Siti Wasilah menuturkan, dengan gelaran BSF ke-6, para desainer muda bisa menggelar workshop.
Kegiatan ini juga upaya pihaknya, menghasilkan produk "Ready to Wear" atau siap pakai yang cocok untuk anak muda.
"Oleh karena itu dengan banyaknya desainer lokal yang membuat produk ready to wear cocok untuk segmen anak muda," ujarnya.
"Dan saya harap anak muda di Banjarmasin, di Kalsel bisa mencintai sasirangan, karena produknya semakin bervariasi," tutupnya.
Baca Juga: Wapres Ma'ruf Amin Paparkan Empat Strategi Pemerintah Dorong UMK Halal